16 Mei 2013

Kereta Ekonomi Kini

  Senja...matahari sudah kembali ke peraduannya. Semburat cahayanya sudah tak terlihat, langit pun kini mulai gelap. Aku sedang berada di sebuah stasiun kereta. Selepas maghrib terdengar pemberitahuan dari pengeras suara bahwa kereta Kahuripan tujuan Bandung akan segera tiba. Hiruk pikuk calon penumpang mulai terlihat,mereka berjalan mendekati rel kereta di jalur 2. Semua sibuk dengan barang-barang bawaannya masing-masing. Petugas keamanan pun juga ikut sibuk menertibkan penumpang yg berdiri terlalu dekat dengan rel kereta.

   Kereta tiba dari arah timur,lajunya melambat mendekati stasiun. Sampai akhirnya berhenti untuk memberi waktu pada penumpang yang akan naik maupun turun. Aku langsung naik dari pintu gerbong yang terdekat dari tempatku berdiri menunggu. Lalu berjalan ke arah gerbong lainnya untuk mencari tempat dudukku seperti yang tertera di dalam tiket yaitu gerbong 5 kursi 6E. Aku duduk sendirian,kursi di sebelahku masih kosong. Tak lama kemudian kereta kembali melanjutkan perjalanan.

   Kereta melaju dengan kencang,membelah udara yang dilewatinya. Sesekali berhenti di stasiun pada setiap kota yang dilewatinya. Sementara udara dingin merambati tubuhku yang hanya memakai kemeja flanel tanpa jaket. Kereta ekonomi yang aku tumpangi ini ternyata tak seperti yang dulu lagi. Kini di dalam setiap gerbongya diberi fasilitas AC guna menyejukkan udara di dalamnya. Tapi dengan ditambahnya fasilitas ini setiap penumpang harus merogoh kantong lebih dalam untuk membayar kenaikan tarif yang naik hampir 3x lipat dari harga sebelumnya. Kenaikan harga tiket kereta ini menyedihkan sekali untuk orang sepertiku,yang selalu melakukan perjalanan dengan dana pas-pasan. Tapi mungkin bagi kaum menengah keatas hal ini tidak terlalu memberatkan bagi mereka. Kereta ekonomi yang dulu murah meriah,yang menjadi transportasi pilihan bagi kaum kusam kini tak ada lagi.

   Perubahan-perubahan peraturan memang banyak dilakukan oleh pihak pengelola kereta api. Memang semuanya dimaksudkan untuk menjadikan tronsportasi kereta ini lebih baik. Tapi perubahan tarif ini sangat berat bagi orang-orang sepertiku. Satu lagi perubahan peraturan yang mumbuatku sedikit merenung,yaitu soal pedagang asongan di dalam kereta yang kini dilarang berjualan saat kereta sedang berjalan. Mereka hanya boleh menjajakan dagangannya saat kereta berhenti di stasiun. Jika aku adalah salah satu pedagang asongan itu,pastilah aku akan menggerutu dengan peraturan baru itu. Karena berarti peluang mendapatkan pembeli sekarang akan berkurang. Dahulu dalam kereta ekonomi ini aku bisa melihat berbagai macam pedagang. Aku sendiri dulu menyebut kereta ekonomi ini adalah layaknya sebuah pasar yang berjalan. Berarti pula seperti sebuah pasar,kereta ekonomi adalah sumber kehidupan bagi pedagang-pedagang asongan itu. Dulu banyak pedagang di dalam kereta,mereka menjajakan dagangannya diantara sesaknya penumpang. Bagiku mereka adalah bunga-bunga kehidupan yang menggantungkan harapan diatas kereta ekonomi. Hari-hari mereka habiskan di dalam gerbong kereta,berharap rezekinya melimpah setiap hari. Tapi kini,entah harapan-harapan mereka masih tetap sama atau mungkin berkurang. Atau bahkan mungkin ada harapan yang hilang. Semoga harapan-harapan itu masih tetap ada,seperti kata pepatah "dimana ada kehidupan,disana masih ada harapan".


   Langit masih gelap ketika kereta berhenti di stasiun kecil sebuah kota di bumi pasundan. Aku segera turun dan disambut udara dingin pagi hari menjelang subuh. Kemudian kakiku pun melangkah melanjutkan perjalanan........

2 Mei 2013

Seorang Pemuda dan Anak Kecil

  Jika suatu hari ada seorang anak kecil datang padamu dan berkata "mas,tolong kasih saya uang buat makan. Ibu saya sakit,saya tidak punya bapak,tolong mas". Apa yang akan muncul di pikiranmu saat itu ? Mungkin rasa kaihan akan langsung masuk ke dalam pikiranmu. Atau mungkin bisa jadi batinmu akan berkata "ah,anak ini pasti sedang berbohong,di zaman sekarang memang banyak modus yang digunakan untuk meminta uang". Minimal dua pikiran itu mungkin akan langsung muncul di dalam benak misal kita mengalami kejadian diatas.

  Sore kemarin,sebelum pulang kerja aku duduk-duduk di dalam toko roti tempatku bekerja. Sambil istirahat aku ngobrol-ngobrol dengan teman-teman kerja yang menjaga toko. Saat itu tidak ada pembeli yang datang. Aku sedang ngobrol dengan Tina, Diah dan Eni sibuk menata dus roti, sementara Pak Udin sedang berbicara dengan seseorang ditelepon. Sesaat kemudian ada seorang pemuda yang masuk ke toko. Pemuda itu berperawakan kurus,memakai sweater merah-hitam. Dia memilih-milih kue,lalu mengambil satu dus cake tela ungu dan membawanya ke kasir. Saat Eni melayani pemuda itu untuk membayar kuenya,tiba-tiba ada seorang anak laki-laki kecil masuk ke toko. Umurnya sekitar 10 tahunan,kulitnya coklat muda,badannya kurus tapi terlihat bersih. Anak itu membawa sebuah bungkusan kecil dalam plastik hitam. Lalu dia berbicara pada kami,
"Mbak-Mas, lauk, tolong beli lauk ini, ibu saya sedang sakit ginjal. Saya tidak punya bapak dan saudara,saya hanya tinggal bersama nenek saya yang sudah tua".
Kami semua terdiam,lalu saling memandang satu sama lain. Entah apa yang sedang kami pikirkan. Kasihan? Tak percaya dengan omongan anak kecil ini? Aku mencoba meraba pikiranku sendiri, dan ingin rasanya tau apa isi pikiran teman-temanku. Setelah suasana diam sejenak tadi,Eni bertanya ke anak itu;
"Mau dijual berapa dik ?"
Seperti berpikir kemudian anak itu menjawab,
"20ribu kalau mau mbak"
Kami kembali terdiam. Pemuda pembeli kue tadi kemudian berbicara menawarkan kepada anak itu,
"Mau saya belikan makanan saja dik?"
"Gak mas,untuk makan besok soalnya,tadi sudah makan dikasih sama ibu-ibu di jalan,lauk ini yang ngasih juga ibu tadi mas" jawab anak itu dengan wajah memelas.
Aku mengamati keadaan ini dari tempat dudukku. Wajah-wajah kami terlihat seperti orang bingung.
Pemuda tadi bertanya ke Eni,
"Mbak,ada uang pecahan? Saya mau tukar 100ribuan"
"Gak ada ini mas" jawab Eni
Kebetulan uang di kasir hanya ada pecahan 50ribuan semua.
Kemuduian pemuda itu mengajak anak tadi keluar toko. Sementara aku masih terus memperhatikan dari dalam toko. Pemuda itu berjalan ke toko kelontong disamping toko kami.
"Permisi Bu,mau beli teh 1 pack "
Ibu pedagang mengambilkan teh celup 1 pack, lalu pemuda itu membayar dengan uang 100ribuan.
"Gak ada uang kecil saja mas ?" tanya si ibu.
"Gak ada Bu",pemuda itu menjawab sambil melihat isi dompetnya,
"Saya gak ada kembaliaannya mas" jbu itu menegaskan,
"Oh,yaudah kalau begitu Bu..."
Pemuda itu tidak jadi membeli tehnya.

  Kemudian pemuda itu menyebrang jalan raya menuju ke sebuah warung angkringan,anak kecil tadi mengikuti di belakangnya.
"Pak,beli es teh,sambil mau mecahin uang ini" pemuda itu berbicara ke pedagang angkringan sambil menyodorkan uang 100ribu.
"Wah,gak ada kembaliannya ini mas" jawab pedagang angkringan.
Pemuda itu pun tidak jadi membeli es teh.
Lalu pemuda itu mencoba meukarkan uangnya ke pedagang empek-empek di sebelah warung angkringan tadi. Bapak pedagangnya pun menjawab tidak punya. Anak kecil tadi kemudian berbicara ke pemuda itu yang sudah tampak lelah,
"Mas,gimana kalau saya tukarkan uangnya ke toko itu ?" tanya anak itu menawarkan sambil menunjuk subuah toko brownies di sebrang jalan.
Pemuda itu sejenak terdiam,lalu menjawab, "Ok,saya tunggu disini ya" sambil memberikan uangnya. Anak itu langsung menyebrang jalan dan masuk ke dalam toko brownies.
Sesaat kemudian anak itu keluar dan menghampiri pemuda tadi lagi dengan uang yang sudah ditukarkan. Pemuda itu lalu berkata,
"Kamu butuh uangnya berapa?"
"20ribu mas,kalau boleh" anak itu menunduk,
"ini 20ribu,kamu bawa saja laukmu untuk makan sama nenekmu di rumah" pemuda tadi berbicara sambil menepuk pundak anak itu,
"terima kasih mas,semoga rezeki mas lancar" anak itu mendoakan,
"amiin...kamu pulang hati-hati" kata-kata terakhir pemuda tadi.
Lalu anak itu pergi dan pemuda tadi kembali ke toko kami untuk mengambil kuenya.

  Aku dari tadi mengamati kejadian itu, antara seorang pemuda dan anak kecil. Mungkin ini hanyalah sebuah peristiwa sederhana, tapi aku mencoba melihat peristiwa tadi sebagai pelajaran hidup yang bisa aku ambil hikmahnya. Aku tidak tau entah anak itu jujur atau berbohong. Dalam benak pemuda tadi juga mungkin ada pemikiran seperti itu. Tapi dia yakin dengan apa yang dilakukannya. Dia tidak peduli tentang penilaian orang-orang di sekitar situ. Mungkin orang-orang akan berpikir dia sok baik,tapi pumuda tadi tetap melakukan hal itu. Ketika kembali ke toko kami pun dia hanya diam.

Jika sebuah niat baik muncul dalam hati,maka yakinilah niat itu dan kerjakan apa perintah niat baik itu.
Ini pelajaran yang aku dapat dari kejadian sore kemarin.