24 Juni 2013

Sebuah Siang

  Siang tadi udara terasa sangat panas. Matahari bersinar sangat terik di langit kota Solo. Istirahat kerja aku keluar mencari makan dengan motor. Tanpa memakai jaket, kulit tanganku langsung bersentuhan dengan sinar matahari jam 12.30. Hampir semua manusia pasti mengeluh dengan keadaan panas itu. Dan sebagian besar dari kita,para manusia pasti mengharapkan sebuah guyuran hujan yang menyejukkan. Tapi mungkin di lain waktu disaat hampir setiap hari turun hujan,banyak jg dari sebagian manusia akan mengeluh "kenapa setiap hari hujan". Kita takut banjir,bahkan mungkin yang sederhana saja kita takut jemuran pakaian kita tidak kering terus munkin ada yang berdoa meminta panas. Ini mungkin salah satu sifat aneh yang kita miliki sebagai manusia.
   Jalanan padat kendaraan bermotor. Asap dan debu entah masuk ke hidung atau ke mulut. Aku mengarah ke sebuah warung makan sederhana di depan pondok pesantren Al Muhayat. Warungnya kecil berdinding triplek dan beratap seng. Letaknya persis di tepi jalan raya. Parkirnya pun sudah penuh hanya dengan 3 buah motor. Di sebuah warung ada conter pulsa,parkirannya masih longgar. Aku meminta ijin ke pemiliknya seorang ibu muda berpakaian muslim,untuk parkir di depan conternya. Tadinya aku berpikir akan mendapat balasan sikap ramah darinya. Tetapi ternyata jawaban yang aku dapat "Jangan disitu mas,itu jalan!" dengan muka yang sangat datar tanpa senyum. Padahal jelas-jelas emperan conternya longgar untuk parkir motor. Mungkin benar kata orang bijak "jangan menilai seseorang dari penampilan luarnya". Ibu muda itu memandang tidak enak ke arahku,lalu berkata "Jangan lama-lama!".
   Semakin panas saja rasanya udara di sekitarku. Aku masuk warung,mengambil sendiri nasi+sayur dan lauk gorengan sambil memesan segelas es teh. Menu sederhana yang kunikmati setiap hari.Semua orang di warung mengeluhkan betapa panasnya siang ini. Di dalam warung yang sempit ini aku makan berdempet-dempetan dengan beberapa bapak-bapak yang sepertinya para tukang bangunan. Kipas angin kecil yang disediakan pemilik warung seakan-akan menjadi surga yang menyejukkan. Setelah selesai makan aku hanya istirahat sebentar,sementara bapak-bapak di sebelahku asyik menghisap rokoknya tanpa mau peduli apakah orang disampingnya terganggu atau tidak. Jam dinding menunjukkan waktu pukul 12.50. Aku bergegas membayar makananku pada ibu pemilik warung yang ramah pada setiap pembeli. Sambil tersenyum ibu itu berkata "matursuwun mas".
    Aku mengambil motor , "terima kasih bu" kataku pada ibu pemilik conter pulsa. Ibu itu sepertinya acuh padaku,wajahnya memandang ke depan tapi tak melirik ke arahku. "apa ibu itu sudah tidak bisa tersenyum?" pikirku. Hal sepele soal parkir saja membuat sikapnya tidak bisa ramah padaku. Entahlah apa yang sedang ada dalam benak ibu itu.
Aku strarter motor lalu melaju pelan-pelan. Jalanan masih tetap padat. Panas masih tetap terasa. Aku tersenyum sendiri...

23-06-2013