30 Juni 2015

Menemukan Diri




Aku mencari diriku
Ke  tempat-tempat sepi
Di dinginnya gunung-gunung
Dalam kesunyian hutan
Di bawah matahari dan bulan

Aku mencari diriku
Ke kota-kota asing
Di antara bising rutinitasnya
Dalam keramaian jalanannya
Di sudut siang dan malam

Aku mencari diriku
Ke rumah-rumah suci
Di antara orang-orang bersujud
Dalam untaian doa-doa
Di bawah kubah yang teduh

Aku mencari jiwaku
Ke relung-relung kehidupan
Di antara manusia-manusia
Dalam perjalanan-perjalanan
Di luasnya semesta

Aku menemukan diriku
Bermandi peluh keringat kehidupan
Aku menemukan diriku
Menempuh berbagai macam persimpangan jalan
Aku menemukan diriku
Terjatuh dan tersungkur dalam pencarian
Aku menemukan diriku
Menggigil kedinginan di ketinggian
Aku menemukan diriku
Sendirian terasingkan di kota yang tak ku kenal
Aku menemukan diriku
Merasa kecil di bawah atap langit
Aku menemukan diriku
Bersimpuh mengharapkan ampunan

Dan kini
Aku menemukan diriku
Terbangun oleh kehangatan mentari
Aku menemukan diriku
Bercengkrama dengan sesama manusia
Aku menemukan diriku
Melangkah di jalan yang tenang
Aku menemukan diriku
Hidup di bawah kasihNya

01.05
30/06/15

26 Juni 2015

Tentang Hidup




Tentang Hidup


Aku terlahir tanpa kata
Diiringi tangis
Diwarnai tawa


Aku tumbuh
Bersama tanah yang terpijak
Bersama air yang tertenggak
Bersama udara yang terhirup
Bersama debu yang tersapu
Bersama angin yang terhempas


Aku Hidup
Tertawa dalam kesedihan
Menangis bersanding kegembiraan
Gelisah bertemu kekecewaan
Meratap tercampakkan
Merenungi keniscayaan
Tersenyum menerima kebahagiaan


Aku hidup
Mencari makna dalam setiap perjalanan
Terus berjalan untuk sebuah pencarian
Berharap menemukan jalan


Walau sering kali aku terjatuh
Ke dasar jurang kenistaan
Ke dalam goa pendosa
Tapi doa-doa akan selalu terucap
Semoga langkah kaki ini tak kan terhenti


Aku hidup
Sejatinya, untuk mencari jalan menuju pulang
Ke tanah indah yang Kau janjikan



26/06/2015

23 Juni 2015

Tetap Bersepeda

Walaupun saat ini bulan ramadhan, tak menyurutkan niat kami untuk tetap bersepeda. Setelah pulang kerja atau ketika hari libur, sesekali kami tetap meluangkan waktu untuk mengayuh pedal sepeda kami. Biasanya kami melakukannya sore hari, selepas ashar. Rute yang biasa kami tempuh adalah jalanan menuju Menara Pandang. Jarak yang tidak terlalu jauh dari rumah, hanya sekitar 5km tapi dengan beberapa tanjakan yang bisa membuat kita berkeringat. Kami tak pernah bosan mengayuh pedal di jalanan itu.

Untuk menunggu waktu berbuka puasa, bersepeda bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi kami. Rasa haus atau lapar bisa terlupakan dengan mengayuh pedal. Walaupun kadang nafas sesekali tersengal. Bagiku bersepeda bukan hanya sekedar untuk menjaga kebugaran tubuh. Bersepeda juga bisa menyegarkan pikiran kita, yang mungkin lelah dengan rutinitas kerja sehari-hari. Bersepeda juga bisa mengingatkanku untuk tetap bersyukur. Aku masih mempunyai kaki yang sehat. Kaki yang masih bisa aku gunakan untuk bekerja. Kaki yang masih mampu untuk mengayuh sepeda. Kaki yang harus aku manfaatkan untuk melangkah melakukan hal-hal baik.

Bersepeda adalah kegiatan yang menyenangkan. Membahagiakan.
Karena bahagia itu sederhana.
  
para pengayuh

23/06/2015

15 Juni 2015

Menanam Lagi

Bangun pagi. Hari baru.Sekarang aku belajar untuk berpikir bahwa setiap hari itu adalah hari yang baru. Walaupun kadang kita merasa sama saja dengan hari-hari kemarin. Rutinitas yang kita lakukan masih sama. Tapi kalau kita meresapi hari-hari itu lebih dalam, mungkin kita akan merasakan adanya hal yang beda atau baru. Meskipun hanya sedikit perbedaan atau kebaruan dalam hari yang kita jalani. Sudah selayaknya kita bersyukur atas hari-hari itu. Kita masih bisa merasakan hangatnya matahari. Kita masih bisa bisa menghirup udara. Kita masih bisa beraktifitas kembali. Sarapan bersama keluarga, saling bercanda bahkan kadang saling bertengkar. Kita masih bisa menyapa tetangga. Dan masih banyak hal-hal lain yang bisa kita lakukan setelah kita bangun di pagi hari. Setiap hari adalah hari yang baru. Mari menikmati setiap hembusan nafas kita.

Pagi ini, setelah sedikit aktifitas bersih-bersih. Aku mengajak adikku untuk menanam. Kami ke rumah kakak untuk meminta sedikit bibit yang akan kami tanam di rumah. Beberapa potong bibit Sansivera(lidah mertua) yang menurut banyak ahli tanaman sangat bagus untuk mengurangi polusi,karena tanaman ini lebih banyak menyerap karbondioksida. Dan beberapa potong bunga Euphorbia. Bunga yang aslinya berasal dari Madagaskar-Afrika ini walaupun berduri tetapi terlihat cantik ketika berbunga.

Karena kami tidak memiliki lahan tanah, kami hanya menanamnya di pot. Tanah yang kami pakai pun hanya tanah dari tempat sampah rumah kami, karena kami tidak memiliki tanah lain. Ya,semoga walau ditanam ditanah bekas sampah tanaman itu bisa tetap hidup. Yang penting bagi kami adalah kami sudah berani menanam. Walaupun masih dalam jumlah yang sedikit. Karena masih banyak orang yang hanya mau atau berani menebang pohon, tanpa mau menanam lagi. Semakin banyak hutan-hutan yang rusak. Atau dalam skala kecil saja, banyak kebun-kebun yang mulai penuh dibangun perumahan. Sawah-sawah juga banyak yang hilang digantikan perumahan atau pabrik-pabrik. Tapi jarang sekali ada sebuah gerakan 'membangun hutan' atau 'membangun taman'. Maksudku bukan membangun gedung di hutan atau taman, tapi membangun hutan atau taman dengan lebih banyak menanam tanaman dan merawatnya. Mungkin sudah ada di beberapa kota yang seperti itu. Seperti Bogor dengan Kebun Rayanya. Atau Bandung dengan Maribayanya. Lombok Timur dengan Taman Kota Selongnya. Dan Alhamdulillah Solo juga mempunyai Taman Bale Kambang yang asri.  Semoga saja kelak lebih banyak lagi tempat-tempat seperti itu. Agar udara di kota-kota lebih segar.

Pagi ini, kami menikmati keceriaan menanam. Adikku terlihat senang ketika disuruh menyiram tanaman-tanaman itu. Sesekali dia bertanya "Kapan tanamannya menjadi besar?". Atau "Kapan tanamannya akan berbunga?". "Setiap hari harus disiram ya? Gimana kalau aku nanti lupa menyiram, tanamannya mati gak?". Anak-anak memang memiliki rasa ingin tahu yang besar.
Itulah kegiatan sederhana kami di pagi ini. Pagi yang indah.

euphorbia yang berhasil kami tanam

12 Juni 2015

Menunggu

Dalam kehidupan, hampir setiap saat kita mengalami hal yang namanya Menunggu. Setiap jam, setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, bahkan setiap tahun. Menunggu bisa menjadi sebuah hal yang membosankan. Tetapi bisa juga menjadi hal yang menyenangkan. Tergantung apa yang sedang kita tunggu. Atau tergantung bagaimana kita menyikapi hal yang kita tunggu. Dan juga tergantung dari sudut mana kita melihat hal yang sedang kita tunggu. Setiap orang pasti pernah merasakan menunggu.

Setiap orang pernah menunggu malam berakhir. Lalu menunggu pagi. Menunggu matahari terbit. Menunggu hangat sinarnya, di loteng rumah, di atap gedung, di puncak bukit atau gunung, di halaman rumah, dimana-mana.
Menunggu isi bak air penuh. Menunggu antrian kamar mandi. Menunggu air yang kita masak untuk menyeduh kopi atau teh. Menunggu ibu atau istri menyiapkan sarapan. Menunggu motor atau mobil sedikit panas. Menunggu bus, kereta atau pesawat tiba. Lalu menunggu untuk berangkat. Menunggu lampu merah berubah menjadi hijau. Menunggu anak-anak sekolah atau pekerja-pekerja menyebrang jalan. Menunggu bel masuk sekolah atau kerja. Menunggu dosen datang. Lalu berharap jam sekolah, jam kuliah, atau jam kerja segera berakhir. Menunggu jam pulang. Menunggu pesanan makanan kita disajikan. Menunggu antrian di kasir swalayan. Menunggu antrian di loket bus atau kereta. Dan masih harus menunggu bus atau keretanya tiba. Menunggu giliran setor ke teller bank. Menunggu uang transaksi di ATM keluar. Menunggu giliran periksa di Puskesmas atau Klinik. Menunggu ayah-ibu, adik-kakak, saudara,  kakek-nenek, kerabat, teman, atau sahabat yang sedang sakit. Menunggu suami pulang. Menunggu istri menyiapkan makan malam. Menunggu dan menunggu.

Masih banyak menunggu yang kita alami.
Menunggu matahari sedikit redup untuk keluar rumah. Menunggu hujan reda. Menunggu air banjir surut. Menunggu badai usai.
Menunggu hasil ujian atau tes masuk sekolah, universitas, atau perusahaan. Menunggu waktu libur.Menunggu film kesukaan kita diputar di bioskop. Menunggu album band kesayangan kita dirilis. Menunggu konsernya digelar di kota kita. Menunggu buku dari penulis yang kita suka dicetak. Menunggu kiriman cd atau buku yang kita pesan sampai di tangan. Menunggu buku yang tak mampu kita beli ada di perpustakaan umum.
Menunggu mudik bertemu keluarga. Menunggu untuk berkumpul bersama teman atau pacar. Menunggu hadiah ulang tahun. Menunggu yang ditunggu.

Bahkan masih banyak lagi menunggu.
Menunggu senja dan matahari terbenam di teras rumah atau pun dipantai. Menunggu hasil dari pekerjaan-pekerjaan kita. Menunggu bertemu jodoh. Menunggu kelahiran anak. Menunggu mereka tumbuh dewasa. Menunggu rumah kita selesai dibangun. Menunggu anak-anak kita berhasil. Menunggu orang tua kita di usia senjanya.
Menunggu mendapat petunjuk dalam hidup. Menunggu adzan dan iqomat. Menunggu bulan Ramadhan. Menunggu waktu berbuka puasa. Menunggu. Menunggu hati kita dibuka untuk bertobat. Menunggu diri kita sadar. Menunggu dosa-dosa kita diampuni. Menunggu doa-doa kita dikabulkan. Menunggu umur kita habis. Menunggu untuk dikubur. Menunggu hari kiamat tiba. Menunggu dibangunkan kembali. menunggu dihisab. Menunggu masuk ke surga atau pun neraka. Menunggu bertemu denganNYA.

Ya, sejatinya hidup kita adalah Menunggu. Menunggu dan menunggu. Menunggu yang ditunggu.
Masih banyak lagi menunggu-menunggu yang kita alami dalam kehidupan. Bahkan setelah kematian pun kita masih harus merasakan menunggu.

"Sungguh,segala yang gaib itu hanya milik Allah, sebab itu tunggu sajalah olehmu. Ketahuilah aku juga menunggu bersama kamu."(QS.Yunus:20)

12/06/2015

6 Juni 2015

Mereka Mulai Bersepeda

Siapa mereka ?? Mereka adalah adik-adikku. Di rumah memang ada beberapa sepeda, ya walaupun sepeda butut tapi masih bisa dipakai. Aku sendiri sudah jarang bersepeda. Paling hanya sesekali kalau ke warung atau ke masjid. Bersepeda ke tempat kerja ? sepertinya fisikku sudah kurang kuat :). Maklum, pekerjaanku juga menguras tenaga, lumayan melelahkan. Jadi untuk menjaga kondisi badan, aku memilih aman untuk menggunakan motor agar tidak terlalu capek.
Kembali ke mereka. Kini sepeda-sepeda di rumah yang sudah lumayan lama menganggur digunakan oleh mereka. Azis, Zaenal, dan Aldi kini mulai bersepeda.
sepedaku

Azis, 21 tahun. Dia tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang universitas. Setelah lulus dari SMK dia beberapa kali berganti pekerjaan. Pernah bekerja di tempat yang tak jauh dari rumah. Tapi dia juga pernah bekerja di luar kota. Kini dia mendapatkan sebuah pekerjaan di sebuah pabrik rokok yang tak jauh dari rumah. Sebagai pekerja pabrik dia harus berangkat pagi-pagi sekali. Mungkin baru sekitar tiga bulan ini dia bekerja disana. Dia selalu memakai motornya, walau sebenarnya jarak dari rumah ke pabrik hanya dekat, mungkin cuma sekitar 3km. Tapi karena kebiasaannya bangun kesiangan,dia harus buru-buru berangkat dengan motor. Baru semingguan ini aku melihat Azis mengeluarkan sepeda. Ban sepeda yang kempes karena jarang dipakai dia pompa. Lalu berangkat pagi-pagi dengan mengayuh sepeda. Jarak dekat yang dia tempuh mungkin tidak akan membuatnya lelah. Karena sebenarnya dulu dia sering ikut bersepeda bersamaku. Kami pernah bersepeda bersama ke Gunung Kidul dan ke Yogyakarta. Jadi, dia sudah terbiasa bersepeda.
Azis(paling kiri pake helm) waktu ikut gowes ke Jogja

Zaenal, dia adikku yang kedua. Umurnya 11 tahun, kelas 5 SD. Dia baru bisa benar-benar naik sepeda waktu kelas 4. Sebelum itu dia tidak berani naik sepeda. Ketika Azis mendapatkan dorprize sebuah sepeda dari acara sepeda santai. Sepeda itu jarang dipakai oleh Azis, jadi beralih dipakai oleh Zaenal untuk belajar bersepeda. Sejak saat itulah sepeda itu terus dipakai Zaenal untuk ke sekolah yang jaraknya juga tidak jauh dari rumah. Sekarang dia juga sering bersepeda bersama teman-teman mainnya. Sekedar bersepeda sore-sore atau bekeliling-keliling desa.
Zaenal(kanan :) )

Nama lengkapnya Rahmad Aldiansyah Latif. Kami memanggilnya Aldi, umurnya 5 tahun. Dialah saudaraku yang terkecil. Kini dia sekolah di TK yang letaknya berdekatan dengan sekolah Zaenal. Dia masih belum berani berangkat sendiri, masih harus diantar dan ditunggu oleh ibu. Tapi walaupun masih kecil kini dia sudah bisa bersepeda. Awalnya,ketika ada nasabah Bank Sampah Edelweiss yang menyetor 'sampah' sepeda bekas. Aldi langsung naik ke sadel sepeda kecil dengan roda tambahan itu dan tidak mau turun. Lalu bapakmu meminta ke nasabah itu "sepedanya untuk anak saya saja ya bu?". Dan Ibu yang bekerja di kelurahan itu pun mengiyakan. Aldi merasa senang, dan semenjak itu dia belajar naik sepeda. Awalnya dengan roda tambahan, sekarang roda tambahan itu sudah dilepas. Kini dia berangkat ke TK bersepeda, walau masih harus ditemani ibu. Sepulang sekolah dia ganti baju dan kembali bermain sepeda dengan Arif,anak tetanggaku yang rumahnya di depan rumah kami. Bahkan Aldi sering lupa waktu kalau sudah bermain sepeda. Ya, masa kecil adalah masa yang paling menyenangkan untuk bermain. Orang tuaku kadang mengeluh karena kelakuan Aldi itu, kalau aku senang-senang saja melihatnya. Lebih baik dia aktif bermain dengan teman-temannya. Apalagi bersepeda bisa bermanfaat juga untuk kesehatannya. Walau kadang dia belum mengerti waktu. Di siang bolong masih saja bersepeda sampai kulitnya kini kehitaman dan rambutnya kemerahan. Tapi daripada waktunya dihabiskan berdiam diri di depan layar TV, aku lebih senang melihatnya bersepeda.
Aldi

Aku senang adik-adikku kini bersepeda. Paling tidak sepeda-sepeda itu masih bisa bermanfaat dan berfungsi sebagaimana mestinya. Kalau sepeda bisa bicara, pasti sepeda-sepeda itu merasa senang dan mengucapkan "terima kasih" karena masih digunakan. Dan aku pun juga tak kan lupa mengucapkan "terima kasih" pada sepeda-sepeda itu. Karena dengan adanya mereka,kami bisa kemana-mana dengan mudah. Ke tempat kerja, ke sekolah, ke masjid, ke warung, dan bermain-main dengan sepeda.
Kami tak lupa bersyukur kepada Yang Maha Pencipta segala benda. Sehingga benda mati itu bisa berfungsi dan bermanfaat untuk kami. Dan alhamdulillah kami diberi kesempatan untuk memilikinya dan memanfaatkannya di kehidupan ini.
Bahagia itu sederhana.


Pagi 06/06/15

5 Juni 2015

Mari Menanam

Tanam tanam tanam kita menanam 
Tanam pohon kehidupan 
Kita tanam masa depan
(Iwan Fals)

Potongan lirik lagu dari Bang Iwan itulah yang menjadi salah satu inspirasiku untuk menanam pohon. Selain memang aku sudah lama mencintai alam, udara segar, dan lingkungan yang hijau. Dulu aku sering naik gunung untuk mendapatkan udara segar, untuk melihat alam yang masih asri, melihat rimbunnya hutan yang hijau. Tapi sekarang gunung-gunung mulai ramai oleh banyaknya para pendaki atau wisatawan yang ingin eksis. Mereka juga ingin menghirup udara segar pegunungan. Ingin mencium aroma tanah basah dan daun-daunan di hutan. Ingin merasakan sensasi petualangan. Lalu pulang dengan berbagai pengalaman, kenangan-kenangan, dan foto-foto yang membanggakan.
 

Oleh karena itu aku mulai mencari kegiatan lain yang lebih sederhana dan bisa dinikmati hampir setiap hari. Tidak perlu harus jauh-jauh ke gunung yang sekarang sudah mulai padat oleh para pendaki. Kegiatan itu adalah menanam. Ya, menanam pohon. Cukup di pekarangan rumah, karena aku tidak mempunyai banyak lahan tanam. Menanam di pot bisa menjadi alternatif untuk membuat lingkungan rumah kita terlihat hijau.

Sebulan lalu aku membeli dua bibit tanaman pucuk merah atau yang dalam bahasa latinnya
Syzygium oleana. Dua bibit tak masalah untuk mengawali kegiatan ini, semoga bisa berkelanjutan. Tanaman ini sedang banyak digandrungi. Bahkan tanaman ini banyak digunakan untuk penghijauan di taman-taman kota. Memang tanaman ini terlihat cantik dengan pucuk-pucuk tunas daunnya yang berwarna merah tua. Membuat lingkungan sekitarnya terlihat segar. Aku menanam dua bibit tanaman itu di halaman rumah dengan pot. Cara menanamnya mudah dan perawatannya juga sederhana. Cukup disiram setiap hari, sangat mudah.

Menanam bagiku adalah kegiatan yang sangat menyenangkan. Setiap hari menyiram tanaman itu, mengamati pertumbuhannya. Ketika tunas-tunas muda daunnya mulai tumbuh, melihat hal itu adalah sebuah kebahagiaan tersendiri yang sederhana.
Menanam juga memiliki banyak keuntungan. Kita sama saja memiliki sebuah 'mesin penghasil oksigen' di halaman rumah kita. Selama kita terus merawat pohon yang kita tanam. Selama pohon yang kita tanam terus hidup dan tumbuh, selama itu juga pohon itu akan menghasilkan udara bersih untuk kita. Dimana tingkat polusi udara sekarang sudah dalam tahap yang menkhawatirkan. Menanam pohon di halaman rumah atau di lingkungan sekitar kita adalah salah satu solusi sederhana agar udara bersih tetap tersedia untuk kita dan lingkungan.

Menanam juga merupakan sebuah pelajaran berharga untuk diri kita sendiri khususnya dan untuk anak cucu kita kelak. Dari menanam pohon kita bisa belajar tentang kehidupan. Setiap hari kita menyiram tanaman atau pohon-pohon yang kita tanam dengan air yang bersih dan juga memupuknya agar tanaman itu tumbuh subur. Kita juga harus merawatnya dengan memangkas daun-daunnya yang sudah tua atau layu agar tanaman itu terlihat indah. Begitupun dengan hidup kita, kita harus terus berusaha menyiraminya setiap hari dengan kebaikan-kebaikan. Melakukan hal-hal baik walaupun sederhana agar kita juga memperoleh kebaikan di masa depan. Karena apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Kita juga harus berusaha sedikit demi sedikit memangkas atau mengurangi sifat-sifat jelek kita. Semua manusia tak bisa lepas dari sifat jelek, semua pasti memilikinya. Tapi kita bisa mengurangi atau meminimalkan sifat-sifat itu agar hidup kita semakin indah.

Tanaman yang kita tanam di halaman rumah juga bisa menjadi guru bagi anak-anak atau cucu-cucu kita nantinya. Bagaimana kita harus merawat hidup kita seperti kita merawat tanaman itu.
Dan halaman rumah yang asri, banyak tanaman hijau yang indah akan menjadi tempat bermain yang menyenangkan untuk anak-anak dan cucu-cucu kita kelak.


Menanam dan merawat tanaman adalah kegiatan yang menyenangkan. Sebuah kebahagiaan sederhana yang bisa kita nikmati hampir setiap hari. Mari menanam.
Selamat Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Mari menikmati hari ini dengan mendengarkan lagu dari Bang Iwan-Tanam Siram,
 
Tanam tanam tanam kita menanam 
Tanam pohon kehidupan 
Kita tanam masa depan
Tanam tanam tanam kita menanam 

Jangan lupa disiram
Yang sudah kita tanam
Siram siram siram yo kita siram 

Apa yang kita tanam 
Ya mesti kita siram
Tanam tanam pohon kehidupan 

Siram siram sirami dengan sayang 
Tanam tanam tanam masa depan 
Benalu benalu kita bersihkan
Biarkan anak cucu kita belajar dibawah pohon 

Biarkan anak cucu kita menghirup udara segar 
Biarkan mereka tumbuh bersama hijaunya daun 
Jangan biarkan mereka mati dimakan hama kehidupan
Tanam tanam tanam ...siram 

Tanam tanam tanam ... oi 
Tanam tanam tanam ... siram 
Tanam tanam tanam





4 Juni 2015

Kehilangan

"Kita tuan pada masing-masing kehilangan-kehilangan." (Sisir Tanah-Obituari Air mata)

Setiap orang pasti pernah kehilangan. Entah kehilangan apa saja. Kehilangan harta-benda, kehilangan keluarga, sahabat/teman, pacar. Kehilangan cinta. Kehilangan kesempatan. Kehilangan waktu. Dan masih banyak lagi hal-hal yang sering hilang dari kita.

Tapi sejatinya jika kita mau berpikir atau merenungi lebih dalam, sejatinya kita tak pernah kehilangan. Sering kali kesalahan kita adalah kita merasa kehilangan. Dan semua itu berawal dari sifat kita yang merasa memiliki. Padahal sejatinya dalam hidup ini kita tidak memiliki apa-apa. Semua hanya titipan, ketika yang Maha Memiliki itu mengambil apa yang dititipkan ke kita seharusnya kita mengembalikannya dengan senang hati. Bukan malah merasa kehilangan atau mungkin sedih bahkan marah. Karena dengan diambilnya apa yang dititipkanNya pada kita, berarti kita malah bisa belajar melepaskan diri kita dari hal-hal dunia.

Ya, sulit memang. Aku sendiri pun masih sering merasa kehilangan dengan hal-hal yang sebenarnya sepele. Hal-hal yang sebenarnya hanya duniawi. Aku menulis ini untuk mengingatkan diriku sendiri jika kelak aku mengalami sebuah kehilangan. Kehilangan-kehilangan yang kita rasakan sejatinya adalah akibat dari diri kita sendiri yang merasa memiliki.
 
"Kita tuan pada masing-masing kehilangan-kehilangan."

3 Juni 2015

Siang 03/06/15



sisir tanah

Kita tuan pada masing-masing keinginan-keinginan
Kita tuan pada masing-masing kebohongan-kebohongan
Kita tuan pada masing-masing keputusan-keputusan
Kita tuan pada masing-masing kehilangan-kehilangan
Air mata kenapa kau harus menangis
Air mata kenapa kau harus menangis

Kita tuan pada masing-masing kesalahan-kesalahan
Kita tuan pada masing-masing kekalahan-kekalahan
Kita tuan pada masing-masing pengorbanan-pengorbanan
Kita tuan pada masing-masing penyesalan-penyesalan
Air mata kenapa kau harus menangis
Air mata kenapa kau harus menangis

Lihat di hati kita, di hati kita, siapa yang mati ? Sapa yang mati ?

(Obituari air mata-Sisir Tanah)

Aku tak bosan mendengarkan lagu itu. Petikan gitar yang sederhana dan lirik lagu yang 'dalam' membuat kita seolah-olah hanyut dan masuk ke dalam sebuah perenungan diri.
Menurutku kita bebas mengartikan sebuah lagu sesuai imajinasi kita. Sang penulis lagu pun mungkin akan senang jika pendengarnya bisa menikmati lagunya dengan pemahamannya masing-masing. Bebas mengartikan kata-kata. Bebas menafsirkan maksud. Bebas menghayati dengan hatinya masing-masing. Karena lirik lagu bukanlah kitab suci, karena lirik lagu adalah seni.

Keputusan-keputusan yang aku ambil dalam hidupku adalah pilihan yang harus aku hadapi.  Setiap orang bebas memilih dan menentukan jalan hidupnya. Setiap keputusan mengandung resiko. Setiap jalan mempunyai tantangannya sendiri-sendiri. Setiap kejadian dalam hidup memang sudah digariskan. Tapi hidup juga menuntut kita untuk berani mengambil keputusan-keputusan dalam setiap hal yang kita hadapi dalam kehidupan ini.
Kita tuan pada masing-masing keputusan-keputusan.