15 Februari 2015

Terminal


Jangan jangan pagi kau hadirkan 
Biarkan malam terus berjalan
Jangan jangan mentari kau terbitkan
Jangan jangan pagi kau datangkan 

Kumohon dan aku harapkan 
Jangan jangan mentari kau terbitkan
Dengarlah Tuhan apa yang dibisikkan

Berandal malam di bangku terminal
 (Iwan Fals - Berandal Malam di Bangku Terminal)


Beberapa hari ini, beberapa minggu ini, aku menghabiskan hari-hariku di sebuah terminal. Terminal bus kecil, yang hanya beroperasi di waktu siang sampai sore. Hanya ada beberapa angkutan desa, beberapa elf, dan sesekali bus antar kota yang singgah. Segelintir penumpang yang menunggu bus datang. Terminal menjadi titik pemberangkatan, entah kemana tujuan. Dan mungkin juga menjadi titik awal seseorang untuk mengejar impan. Terminal juga menjadi tempat pertemuan dan perpisahan. Dijemput dan menjemput seseorang, keluarga, teman, sahabat, kekasih, orang-orang yang saling menunggu dan ditunggu. Terminal menjadi saksi segala macam pertemuan dan perpisahan.

Terminal kecil ini kini menjadi tempatku berkumpul dengan kawan-kawanku. Kami yang sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Masyarakat yang hanya mau melihat dengan kacamatanya sendiri. Kami mencoba tak peduli dengan pandangan-pandangan masyarakat tentang kami. Disini kami membangun kebersamaan, diantara bisingnya kendaraan. Diantara celoteh-celoteh sopir angkutan dan elf. Diantara aroma alkohol murahan yang mereka tenggak. Diantara ribut-ribut pasangan suami-istri warung es yang saling memergoki diantara mereka saling selingkuh. Dintara perselingkuhan-perselingkuhan lain yang terjadi di terminal ini. Diantara bau tumpukan sampah yang seharusnya bukan tempat sampah. Diantara kelakuan pemuda-pemudi yang memanfaatkan nuansa gelap terminal ini untuk berpacaran. Diantara semua itu kami direndahkan oleh manusia-manusia yang merasa derajatnya lebih tinggi. Di terminal ini kami mencoba belajar menyerap semua pertunjukan kehidupan yang setiap hari dipertontonkan.

Disini kami mulai merajut impian, tentang desa tempat tinggal kami. Impian kecil yang ingin kami lakukan bersama-sama. Tentang masalah yang tak bisa diselesaikan oleh manusia-manusia yang merasa kaum intelektual di desa kami.  Mereka yang merasa hidupnya sudah berguna, padahal jika mau bertanya pada hati mereka yang paling dalam sendiri, mengabdi hanyalah sebuah tameng untuk mendapatkan pekerjaan yang mapan, status sosial yang diinginkan, dan keamanan finansial. Tapi memang kami tak bisa lepas dari kehidupan masyarakat, dengan segala tetek bengeknya. Biarkan saja kami dipandang rendah. Pelan-pelan, dari langkah-langkah kecil kami akan bergerak untuk sedikit membuat perubahan. Sedikit demi sedikit berusaha merubah pandangan masyarakat tentang orang-orang seperti kami. Sulit memang, tapi semua harus dicoba. Karena hidup tanpa impian sama saja membunuh diri sendiri sebelum mati. Impian kawan-kawan itu tentang 'sampah masyarakat'.

Terminal bus Gondangrejo
15/02/2015
SB