"Setiap perjalanan adalah kelahiran. Setiap catatan adalah mozaik diri kita. Dan biarkan setiap kata menemukan takdirnya."
Perjalanan Halaman
6 Oktober 2014
Doa yang Terlupakan - Paulo Coelho
Tuhan, Lindungilah keraguan-keraguan kami, sebab keraguan pun sebentuk doa. Keraguanlah yang membuat kami bertumbuh dan memaksa kami untuk tak takut melihat sekian banyak jawaban yang tersedia untuk satu pertanyaan. Kabulkanlah doa kami...
Tuhan, Lindungilah keputusan-keputusan kami, sebab membuat keputusan pun sebentuk doa. Setelah bergulat dengan keraguan, beri kami keberanian untuk memilih antara satu jalan dengan jalan lainnya. Biarlah kiranya pilihan Ya tetap Ya dan pilihan Tidak tetap Tidak.Setelah kami memilih jalan kami, kiranya kami tidak pernah menoleh lagi atau membiarkan jiwa kami digerogoti penyesalan. Kabulkanlah doa kami...
Tuhan, Lindungilah tindakan-tidakan kami, sebab tindakan pun sebentuk doa. Kiranya makanan kami sehari-hari menjadi buah dari segala yang terbaik dalam diri kami. Kiranya kami bisa berbagi walau sedikit saja dari kasih yang kami terima, melalui karya dan perbuatan. Kabulkanlah doa kami...
Tuhan, Lindungilah impian-impian kami, sebab bermimpi pun sebentuk doa. Kiranya usia maupun keadaan-keadaan tidak menghalangi kami untuk tetap mempertahankan nyala api harapan dan kegigihan di dalam hati kami. Kabulkanlah doa kami...
Tuhan, berikanlah antusiasme kepada kami, sebab antusiasme pun sebentuk doa. Antusiasmelah yang memberi tau kami bahwa hasrat-hasrat kami penting dan layak diperjuangkan semaksimal mungkin. Antusiasmelah yang mengukuhkan kepada kami bahwa segala sesuatu tidaklah mustahil asalkan kami sepenuhnya berkomitmen pada apa yang kami lakukan. Kabulkanlah doa kami...
Tuhan, Lindungilah hidup kami, sebab hidup adalah satu-satunya cara bagi kami untuk mengejawantahkan kuasa keajaibanMU.
9 Agustus 2014
Orang Katolik dan Orang Muslim (Seperti Sungai yang Mengalir-Paolo Coelho)
Saya mengobrol dengan seorang pastor Katolik dan seorang pria Muslim yang masih muda,sambil makan siang. Ketika pelayan datang membawa nampan,kami mengambil makanan,kecuali pria muslim itu,sebab dia sedang berpuasa sesuai ajaran agamanya.
Setelah makan siang selesai dan orang-orang mulai beranjak,salah seorang tamu disitu berujar "Kalian lihat betapa fanatiknya orang-orang muslim itu! Untunglah kalian orang-orang Katolik tidak seperti mereka."
"Tetapi kami pun sama," sahut sang pastor. "Dia berusaha mematuhi Tuhan,sama seperti saya. Hanya saja kami mengikuti hukum-hukum yang berbeda." Dan dia mengakhiri ucapannya dengan berkata,"Sayang sekali orang-orang hanya melihat perbedaan-perbedaan yang memisahkan mereka. Seandainya kita memandang dengan rasa kasih yang lebih besar,kita akan lebih banyak melihat kesamaan-kesamaan di antara kita,dan sebagian dari masalah-masalah di dunia ini akan terselesaikan."
(mungkin kisah ini bisa memberi pelajaran pada kita,untuk memandang sesama manusia dengan kasih yang lebih besar,tanpa membeda-bedakan agama,ras,suku,status sosial,pendidikan,ekonomi,apa pun itu,kita semua manusia yang sama)
10 Juli 2014
Ilmu Tukang Parkir
Malam ini saat ngopi dengan seorang teman,ada sebuah obrolan yang bisa menjadi sebuah pencerahan. Seorang teman yang lebih muda dari aku ini bisa mengambil sebuah pelajaran hidup dari kehidupan sehari-harinya. Dari kejadian sehari-hari yang dia temui.
Seperti biasa,aku selalu berusaha menjadi pendengar yang baik saat mengobrol dengan siapa pun.
Ini ungkapan dari temanku yang masih muda itu,
"Rata-rata manusia itu selalu merasa kurang,mereka selalu menginginkan yang lebih dari apa yang mereka miliki atau mereka dapatkan. Dan biasanya mereka tidak rela jika mereka kehilangan sesuatu yang mereka miliki,apa pun itu. Cobalah belajar dari tukang parkir, mereka memiliki sepeda motor dan mobil, tetapi ketika yang mempunyai semua itu memintanya, tukang parkir itu dengan ikhlas mengembalikannya. Tugas dia hanya menjaga sepeda motor dan mobil itu dengan baik,tanpa harus merasa memiliki. Itu sudah."
Ya,kita,manusia, lahir tanpa membawa apa2, dan kita akan kembali padaNYA tanpa membawa apa-apa. Jangan pernah merasa memiliki.
Malam semakin larut,kopi kami pun semakin surut.
Waktunya untuk rehat sekejap kawan.
00.02 wib, 10/07/14
17 Mei 2014
Ikhlas(kah) ?
Ini tentang seorang tokoh masyarakat. Beliau adalah seorang pensiunan guru. Seorang haji juga,entah haji berapa kali. Mempunyai kebun dan sawah yang luas. Setelah pensiun jadi guru kini hari-harinya diisi dengan mengurus kebun di belakang rumahya yang ia tanami berbagai macam tanaman.
Pada suatu hari,beberapa ekor kambing tetangga lepas dan memekan daun-daun tanaman dikebunnya. Ketika ia keluar dari pintu belakang rumahnya dan memergoki kambing-kambing yang sedang asyik makan itu,ia pun berteriak-teriak mengusir kambing-kambng yang dianggapnya lancang itu,sambil membawa parang. Aku melihat kejadian itu dari balik jendela kamarku yang letaknya berhadapan dengan kebunnya. Aku berpikir,jendela kaca kamarku ini sepeti layar televisi yang sedang memutar film dengan adegan "pak haji galak".
Beberapa hari kemudian,ada seorang bapak paruh baya datang ke halaman rumahku karena kebetulan bapakku sedang duduk-duduk di teras rumah bersama adik-adikku. Aroma alkohol menguap ke udara keluar dari mulut bapak paruh baya itu. Dengan nada penuh emosi ia bicara,bertanya "siapa yang melaporkan aku ke kantor polisi,hanya karena kambing-kambingku memakan tanamannya??". Adikku sampai takut dibuatnya, bapakku meladeninya dengan tenang untuk mencari informasi lebih lanjut tentang hal itu. Dan ternyata memang benar bahwa Pak Haji itu telah melaporkan si pemilik kambing ke kantor polisi.
Dari kejadian itu aku berpikir, apa masyarakat di kampungku ini sudah kehilangan kerukunannya? Aku tidak ingin bicara siapa benar - siapa salah. Seorang pensiunan guru yang hidupnya sudah berkecukupan dan bahkan seorang haji pula,belum bisa ikhlas melihat tanamannya dimakan kambing. Bahkan skarn kebunnya dipagar dngan rantng-ranting bambu. Mungkin ituatulah salah sifat orang kaya atau orang yang merasa memiliki;Takut kehilangan. Sementara si pemilik kambing pun juga keterlaluan,ia lebih memilih mabuk-mabukan daripada mencarikan makan untuk kambingnya.
Satu hal yang coba aku ambil dari kejadian itu, keikhlasan itu memang sebuah hal yang sulit diterapkan. Orang yang sudah tua dan harusnya sudah kenyang dengan kehidupan saja belum bisa menerapkannya, apalagi aku yang masih muda ini. Aku masih harus banyak belajar tentang ilmu ikhlas.
24 April 2014
Sebuah cerita dari Teman dan Pak Lurah
cerita dari seorang teman...
Kemarin,temanku menemui Pak Lurah desa kami untuk mengambil buku di rumahnya. Beberapa buku itu diserahkan untuk Rumah Baca Edelweis. Di sela-sela obrolan tentang buku itu, Pak Lurah malah curhat tentang pekerjaanya. Beliau menjabat Lurah baru 3 bulan, dan katanya belum dapat gaji. Beliau bingung entah gajinya per 3 bulan atau 6 bulan. Temanku itu menahan tawa dalam hati. Lalu pak Lurah meneruskan ceritanya,bagaimana beliau selalu menambal biaya setiap Kelurahan mengadakan acara dan setiap ada kunjungan dari pusat. Cerita pak Lurah terus meluas ke dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan yang datanya tidak jelas.
Mendengar cerita temanku ini aku merasakan dua hal, kasihan dan muak dengan pemerintahan di desaku. Kasihan karena pak Lurah yang baru ini harus menanggung (mungkin) kesalahan-kesalahan dari pemerintahan yang lama. Muak karena pak Lurah ini baru menjabat 3 bulan saja sudah banyak mengeluh soal gaji. Sebenarnya apa niat awal beliau ini menjadi Lurah, untuk mengabdi pada masyarakat atau untuk mencari penghasilan atau hanya sekedar mengejar status sosial belaka ??
Catatan ini dibuat tidak untuk tujuan macam-macam, tapi hanya untuk membuka mata hati kita.
Kemarin,temanku menemui Pak Lurah desa kami untuk mengambil buku di rumahnya. Beberapa buku itu diserahkan untuk Rumah Baca Edelweis. Di sela-sela obrolan tentang buku itu, Pak Lurah malah curhat tentang pekerjaanya. Beliau menjabat Lurah baru 3 bulan, dan katanya belum dapat gaji. Beliau bingung entah gajinya per 3 bulan atau 6 bulan. Temanku itu menahan tawa dalam hati. Lalu pak Lurah meneruskan ceritanya,bagaimana beliau selalu menambal biaya setiap Kelurahan mengadakan acara dan setiap ada kunjungan dari pusat. Cerita pak Lurah terus meluas ke dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan yang datanya tidak jelas.
Mendengar cerita temanku ini aku merasakan dua hal, kasihan dan muak dengan pemerintahan di desaku. Kasihan karena pak Lurah yang baru ini harus menanggung (mungkin) kesalahan-kesalahan dari pemerintahan yang lama. Muak karena pak Lurah ini baru menjabat 3 bulan saja sudah banyak mengeluh soal gaji. Sebenarnya apa niat awal beliau ini menjadi Lurah, untuk mengabdi pada masyarakat atau untuk mencari penghasilan atau hanya sekedar mengejar status sosial belaka ??
Catatan ini dibuat tidak untuk tujuan macam-macam, tapi hanya untuk membuka mata hati kita.
12 April 2014
Si Budi
Aku ingin sedikit bercerita tentang seorang teman. Namanya adalah budi, teman kerjaku di pabrik. ya,kami memang seorang buruh. Budi masih sangat muda umurnya baru 19 tahun,jauh dibawahku. Dia baru lulus dari sekolah SMK tahun lalu. Selepas lulus dia langsung bekerja. Pernah jadi kuli bangunan dan pernah juga bekerja di pabrik tabung gas. Sampai akhirnya dia bertemu aku di tempat kerja yang sekarang.
Budi adalah orang yang mudah bergaul,dia suka berbicara terbuka,bahkan jujur apa adanya. Karena sifatnya itulah dia cepat akrab denganku. Kami suka ngobrol tentang apa saja, tentang hobinya mengotak-ngatik motor. Atau tentang pengalaman hidupku,yang selalu dia simak dengan antusias. Aku selalu berusaha jujur setiap bercerita dengannya. Dia paling suka dengan cerita naek gunung,karena itu salah satu keinginannya tapi belum tercapai. Tentang pengalamanku menghisap asap ganja, tentang wanita dan banyak lagi. Budi pun selalu terbuka bercerita tentang hidupnya. Setiap hari senin dia biasanya akan bercerita tentang malam minggunya yg dihabiskan dengan mabuk. Aku juga suka mendengar keluhannya tentang uangnya yang habis untuk motor. Tapi kadang kami juga sholat bersama,walaupun entah kemarinnya dia minum alkohol atau tidak, aku tidak pernah mempermasalahkannya.
Budi,adalah seorang pemuda yang mengajarkanku tentang keterbukaan dan kejujuran, terutama pada diri sendiri. Tak peduli betapa pun buruk kelakuan kita. Dengan jujur pada diri sendiri dan orang lain kita akan merasa bebas.
Sore tadi Budi memberikanku satu pelajaran berharga lagi,disaat teman-teman mengeluh soal pekerjaan. Dia berkata "nikmati aja bro, hidup itu seperti kopi, pahit, tapi jika kita bisa meresapinya,pasti akan terasa nikmat", dia berkata sambil tertawa, aku pun ikut tertawa bersamanya.
sidiq
12/04/14
Budi adalah orang yang mudah bergaul,dia suka berbicara terbuka,bahkan jujur apa adanya. Karena sifatnya itulah dia cepat akrab denganku. Kami suka ngobrol tentang apa saja, tentang hobinya mengotak-ngatik motor. Atau tentang pengalaman hidupku,yang selalu dia simak dengan antusias. Aku selalu berusaha jujur setiap bercerita dengannya. Dia paling suka dengan cerita naek gunung,karena itu salah satu keinginannya tapi belum tercapai. Tentang pengalamanku menghisap asap ganja, tentang wanita dan banyak lagi. Budi pun selalu terbuka bercerita tentang hidupnya. Setiap hari senin dia biasanya akan bercerita tentang malam minggunya yg dihabiskan dengan mabuk. Aku juga suka mendengar keluhannya tentang uangnya yang habis untuk motor. Tapi kadang kami juga sholat bersama,walaupun entah kemarinnya dia minum alkohol atau tidak, aku tidak pernah mempermasalahkannya.
Budi,adalah seorang pemuda yang mengajarkanku tentang keterbukaan dan kejujuran, terutama pada diri sendiri. Tak peduli betapa pun buruk kelakuan kita. Dengan jujur pada diri sendiri dan orang lain kita akan merasa bebas.
Sore tadi Budi memberikanku satu pelajaran berharga lagi,disaat teman-teman mengeluh soal pekerjaan. Dia berkata "nikmati aja bro, hidup itu seperti kopi, pahit, tapi jika kita bisa meresapinya,pasti akan terasa nikmat", dia berkata sambil tertawa, aku pun ikut tertawa bersamanya.
sidiq
12/04/14
20 Maret 2014
Besar-Kecil
"dan di dalam kehidupan,kenyataannya harus ada besar dan kecil" (iwan fals)
Beberapa hari lalu temanku bercerita tentang obrolannya dengan tetanggannya seoarang ibu yang anak-anaknya sudah termasuk sukses(menurut dia),karena anak-anaknya itu menjadi pegawai pemerintahan semua. Begini obrolannya di suatu siang,
si Ibu : "tamu-tamu yang bakal datang di nikahan anakku pasti orang-orang besar semua nanti." kata ibu itu sambil tersenyum.
Temanku: : "apa iya bu ?" tanya temanku menggoda.
si Ibu : "ya iya ,lha teman-teman anakku itu kan pegawai,orang besar semua.
Temanku : "lha iya pasti orang besar tho bu,kalo orang kecil itu kayak anak saya yang masih ngompol itu.,hehe" ledek temanku sambil tertawa.
Ibu itu langsung pasang muka cemberut.
Dalam pandangan ibu itu mungkin Orang Besar adalah orang yang status sosialnya tinggi seperti PNS atau orang yang kaya harta(mungkin). Sedangkan orang-orang yang hidup pas-pasan,misal buruh atau pekerja kasar mungkin dia menyebutnya sebagai Orang Kecil. Kita mungkin juga punya pandangan seperti itu di dalam masyarakat.Tapi guyonan temanku tadi jadi membuka mataku dalam memandang manusia. Memang benar kata dia Orang Kecil adalah Bocah,dan Orang Besar adalah orang Dewasa. tak perlu lah kita mengkotak-kotakkan orang berdasarkan status sosialnya di dalam masyarakat. Bukankah Tuhan memandang semua manusia itu sama,tidak berdasarkan status,derajat,pangkat,atau pun kekayaannya ? Bukankah Dia hanya membedakan kita dari hubungan vertikal kita kepadaNYA ? Kenapa kita yang hanya seorang manusia berani membeda-bedakan manusia lainnya ? Perbedaan itu memang akan tetap ada,tapi mungkin akan lebih baik jika hal itu tidak dipermasalahkan bukan ? Mungkin justru lebih baik dijadikan sebuah alasan agar kita tetap bersyukur.
Di akhir tulisan yang tidak penting ini mungkin lebih baik saya menyimak lagu dari Dialog Dini Hari...
Tanah yang ku injak sama sepertimu,
Langit yang ku junjung sama sepertimu,
Aku tak berbeda darimu...
Udara yang kau hirup, ku hirup juga,
Dingin yang kau rasa, kurasakan sama,
Kita tak terlihat beda....
Aku adalah kamu, Manusia yang sama....
Beberapa hari lalu temanku bercerita tentang obrolannya dengan tetanggannya seoarang ibu yang anak-anaknya sudah termasuk sukses(menurut dia),karena anak-anaknya itu menjadi pegawai pemerintahan semua. Begini obrolannya di suatu siang,
si Ibu : "tamu-tamu yang bakal datang di nikahan anakku pasti orang-orang besar semua nanti." kata ibu itu sambil tersenyum.
Temanku: : "apa iya bu ?" tanya temanku menggoda.
si Ibu : "ya iya ,lha teman-teman anakku itu kan pegawai,orang besar semua.
Temanku : "lha iya pasti orang besar tho bu,kalo orang kecil itu kayak anak saya yang masih ngompol itu.,hehe" ledek temanku sambil tertawa.
Ibu itu langsung pasang muka cemberut.
Dalam pandangan ibu itu mungkin Orang Besar adalah orang yang status sosialnya tinggi seperti PNS atau orang yang kaya harta(mungkin). Sedangkan orang-orang yang hidup pas-pasan,misal buruh atau pekerja kasar mungkin dia menyebutnya sebagai Orang Kecil. Kita mungkin juga punya pandangan seperti itu di dalam masyarakat.Tapi guyonan temanku tadi jadi membuka mataku dalam memandang manusia. Memang benar kata dia Orang Kecil adalah Bocah,dan Orang Besar adalah orang Dewasa. tak perlu lah kita mengkotak-kotakkan orang berdasarkan status sosialnya di dalam masyarakat. Bukankah Tuhan memandang semua manusia itu sama,tidak berdasarkan status,derajat,pangkat,atau pun kekayaannya ? Bukankah Dia hanya membedakan kita dari hubungan vertikal kita kepadaNYA ? Kenapa kita yang hanya seorang manusia berani membeda-bedakan manusia lainnya ? Perbedaan itu memang akan tetap ada,tapi mungkin akan lebih baik jika hal itu tidak dipermasalahkan bukan ? Mungkin justru lebih baik dijadikan sebuah alasan agar kita tetap bersyukur.
Di akhir tulisan yang tidak penting ini mungkin lebih baik saya menyimak lagu dari Dialog Dini Hari...
Tanah yang ku injak sama sepertimu,
Langit yang ku junjung sama sepertimu,
Aku tak berbeda darimu...
Udara yang kau hirup, ku hirup juga,
Dingin yang kau rasa, kurasakan sama,
Kita tak terlihat beda....
Aku adalah kamu, Manusia yang sama....
Langganan:
Postingan (Atom)