6 Februari 2016

Doa di Tepi Jalan

foto:stepapustaka

Doa di Tepi Jalan

Di tepi jalan di bawah tiang listrik
Laju kendaraan bising merampas hening
Sosok diam bersila bersandar hampa
Menatap jauh pada kekosongan
Noda di wajah adalah cinta matahari padanya
Gimbal rambut adalah kasih debu jalanan untuknya
Kerak gigi dan bau mulutnya adalah pergumulan udara setiap hari


Tangan tengadah pada langit
Apa yang kau gumamkan ?
Apakah kau bersyukur atas diangkatnya kesadaran?
Apakah kau bahagia atas dicabutnya keinginan-keinginan?
Mulutmu tergetar seolah ingin berkata-kata
Namun tak ada suara yang keluar terdengar
Hanya doa dalam diam
Di antara sunyi yang terampas oleh kebisingan
Kau dibebaskan dari hasrat keduniawian


Di tepi jalan kau seolah tak terlihat oleh mata 
Mata-mata perlahan kehilangan empatinya
Sementara doa-doamu tetap mengalir dalam diam
Di antara kegilaan dan kewarasan




SB
03/Jan/2016


(puisi ini ikut diterbitkan dalam buku antologi puisi yang berjudul Belukar yang Membara oleh penerbit Stepa Pustaka)

5 Februari 2016

Dimana Jalan Kembali

gambar:stepapustaka
Dimana Jalan Kembali

Di dalam lubuk sunyi
Aku masih mencari-cari diriMu
Diantara luka yang tercecer
Langkahku mencari jalan meniti tepian waktu
Meninggalkan jejak dosa dari jiwa yang bernama manusia


Kemunafikan sempat terarungi oleh perahu
Didayung oleh muslihat yang diberi nama cinta
Pada hirupan napas raga kala terjaga
Menipu hidup di bayangan kemesraan


Tangan beradu tenang dengan hati
Batin menopang perlahan, lelah berlutut kelam
Beri aku sajak-sajakMu
yang  mampu membawaku kembali ke pelukMu
Kembali, kembali yang kuinginkan
Jalan kembali di balik semak keheningan




SB
Desember,2015


(puisi ini ikut diterbitkan dalam buku antologi puisi yang berjudul Belukar yang Membara oleh penerbit Stepa Pustaka)

3 Februari 2016

Sebait Hujan

gambar:sidiqbachtiar


Sebait Hujan

/1/
Berbasuh aksara
di riciknya
Bermandi kata
di guyurannya
Bergelimang makna
di semestanya


/2/
Pagi menyisakan gerimis malam tadi
Di ujung dedaunan embun bersemedi
Jika aku matahari
Rindukah kau pada terik hari?


/3/
Merindu hening malam
Berpeluh dahulu pada siang
Merindukan hujan 
Cintailah dulu gelap awan


/4/
Hujan menyiram luka
Di sekujur tubuh rindu
Mengalirkan kesenduan
Pada kuyup mata perempuan


/5/
Di sunyi reda hujan
Tetes air mengkristal pada kaca jendela
Ditatapnya penuh takzim dari dalam kamar
Kenangan mencair perlahan di pipinya




SB
01/Feb/2016

1 Februari 2016

Sajak Perlawanan

gambar:survive(taring padi-jogja)


Sajak Perlawanan

Di antara gemuruh langkah kaki
Tangan-tangan terkepal meneriakkan pemberontakan
Tak ada perbedaan dalam kerumunan
Semua bersatu mendendangkan nyanyian yang sama
Nyanyian penolakan
Nyanyian kepedulian terhadap alam
Nyanyian melawan keserakahan


Jiwa-jiwa pemberani berkumpul di bawah matahari
Menantang kerakusan manusia pada bumi
Jika laut ingin kau jadikan daratan
demi menghasilkan uang untukmu segolongan
Tidurmu akan kami buat tak nyenyak sepanjang zaman
Akan terus kami tanam akar-akar pemberontakan
sampai pada jiwa generasi-generasi mendatang
untuk melawan segala bentuk kerakusan


Jiwa-jiwa pemberani terus maju galakkan aksi
Menolak reklamasi tanpa henti
Laut adalah ladang rezeki bagi kami
Kaum pribumi yang hidup di tengah modernisasi
Sedang kalian ingin menjajah tanah kami demi rekreasi
kaum kapitalis yang mengumbar keserakahan duniawi


Bagi para pecundang 
Mungkin aksara tak lagi setajam belati
Dan kata-kata tak mampu lagi melukai
Tapi bagi jiwa-jiwa pemberani
Aksara akan terus diasah menjadi pedang
Kata-kata terus dirangkai sebagai senjata
menjadi alat pemberontakan


Impian kami hanya sederhana
Biarlah hutan tetap menjadi hutan
Biarlah sungai tetap menjadi sungai
Biarlah laut tetap menjadi laut
Biarlah manusia tetap menjadi manusia
Bukan penguasa alam semesta




SB
01/Feb/2016

31 Januari 2016

Kereta Kehidupan

foto:sidiqbachtiar

Kereta Kehidupan

Kehidupan layaknya kereta api
Bergerak, berhenti
Melaju, melambat
Pertemuan, perpisahan
Stasiun demi stasiun kehidupan adalah peta 
yang tak kasat mata
Pertemuan demi pertemuan adalah simpul kerumitan
yang penuh keajaiban


Kita tak bisa memilih kereta
Sebab tiket kita sudah tertulis
Tersembunyi di balik langit
Tapi Tangan penulis itu adalah Tangan yang murah hati
Kita masih diberi kesempatan
Menentukan rute perjalanan
Melewati berbagai macam tempat pemberhentian
Sampai pada sebuah padang luas
Dimana kita dipertemukan dengan kebenaran




SB
30/01/2016

28 Januari 2016

Siang

gambar:sidiqbachtiar


Siang

Sebelas siang mentari atas kepala
Keranda terbalut hijau
Diangkat  kesedihan
Menuju tanah pembaringan


Dalam sosok yang berjalan
Tertunduk di belakang rombongan
Melihat ujung kehidupan
Pada setapak di depannya


Siang , keranda ingatkan hidup
Siang, keranda ingatkan mati
Sejatinya kita menunggu
Lalu apa yang akan kita jejakkan pada waktu ?


Hidup…
Di depan menanti sebuah gerbang
Tanah pembaringan





SB
Desember,2015

26 Januari 2016

Secangkir Kopi Untuk Pagi



Secangkir Kopi Untuk Pagi


Secangkir kopi menemani langkah matahari
Pada wadah ia menjadi isi
Menghitamkan segala putih
Menciptakan tenang dalam ruangnya
Membagi cerita di kepulannya
Sedang pada aroma ia membungkus derita
Tentang tanah asal di kejauhan
Tentang tangan-tangan keikhlasan
Yang bersabar di tengah kehidupan
Menorehkan perjalanannya dari tanah sampai ke dalam cangkirku
Sampai tetes demi tetes gelisah merasuki tubuhku
Sampai ia bergumul dengan jiwaku
Masih menemaniku sampai terik tepat di kepala
Dingin tubuhnya menampakkan dirinya
Yang menghitam di dasar ketenangan





Desember,2015