“Yang bisa dilakukan seorang makhluk bernama manusia terhadap mimpi-mimpi dan keyakinannya adalah mereka hanya tinggal mempercayainya” (Dhonny Dirgantara-5 CM)
Aku adalah orang kecil yang selalu mempunyai impian-impian yang
bisa dikatakan terlalu muluk. Di tengah kehidupanku yang masih belum menentu
dan pekerjaan yang masih saja belum jelas, otakku terus saja mengangankan hal
yang terlalu tinggi untuk diwujudkan. Tapi bukankah di dunia ini semua hal bisa
terjadi? Aku percaya aku bisa mewujudkan mimpi. Bukankah aku pun pernah mewujudkan sebuah impian yang
bagiku sulit (bagi kebanyakan orang mungkin itu hal yang mudah), yaitu pergi ke
Rinjani? Aku berhasil membuat hal itu menjadi nyata, walau konsekuensi yang aku
dapat adalah kehilangan pekerjaan.
Dan kali ini aku mempunyai sebuah impian, yaitu merintis
sebuah rumah baca di kampungku. Ya, selain naik gunung, salah satu kesukaanku
yang lain adalah membaca buku. Walaupun buku-buku yang kubaca adalah buku yang
dianggap kurang penting bagi sebagian orang, tapi bagiku pribadi itu adalah hal
yang menyenangkan. Ketika aku punya banyak waktu luang dan aku gunakan untuk
membaca, aku merasa waktuku tidak terbuang percuma dalam hidup. Pasti ada suatu
hal, walau sekecil apapun, yang bisa didapat dari membaca.
Di kampungku memang belum terdapat sarana seperti
perpustakaan atau rumah baca. Selama ini aku bisa mendapatkan buku dengan
meminjam secara gratis dari sebuah perpustakaan umum di kota yang letaknya jauh
dari kampungku. Memang di sekolah-sekolah atau kampus pasti ada sebuah
perpustakaan. Tapi aku berpikir, bagaimana dengan masyarakat umum yang ingin
membaca tapi tidak mampu membeli buku sepertiku? Itulah salah satu alasan
kenapa aku ingin ada sebuah rumah baca di kampungku.
Terus terang dari dulu aku terinspirasi oleh Gola Gong
dengan Rumah Dunia-nya. Tapi aku sadar akan kemampuanku yang terbatas. Jadi aku
hanya ingin melakukan suatu hal yang sesuai kadar kemampuanku, merintis rumah
baca yang sederhana tapi bisa bermanfaat. Sebagian temanku bilang aku akan
sulit mewujudkannya, karena minat baca masyarakat di kampungku cukup rendah. Bahkan
ada juga teman yang malah mencibirku. Tetapi menurutku, justru karena rendahnya
minat baca itulah yang membuatku bersemangat untuk mewujudkan rumah baca. Aku berharap
rumah baca tersebut akan menjadi tempat bagi orang-orang di kampungku mengakses
buku-buku bacaan. Walaupun dengan kemampuan terbatas dan dengan dukungan dari
sedikit teman, aku yakin akan tetap bisa mewujudkan impian ini. Entah kapan pun
itu.
Aku teringat Dhonny Dirgantara, bahwa yang perlu dilakukan manusia terhadap mimpi hanyalah tinggal mempercayainya. Maka aku akan tetap mempercayai mimpi-mimpiku dan terus berusaha untuk membuatnya menjadi
nyata. Aku hanya ingin membuat hidupku sedikit lebih bermakna. Seperti kata-kata Albert
Einstein, “bekerja keraslah, bukan untuk menjadi sukses, tapi untuk menjadi
bermakna”