6 Juli 2016

Hari Damai




Di dalam lubuk jiwa manusia
Semoga maaf tertanam menjadi bunga
Mengakar damai isi semesta
Melebur menuju Sang Maha


SB
06/07/2016

1 Juli 2016

Berbahagialah

Berbahagialah...
Meski kita terlahir sebagai siapapun, di tanah manapun, sebagai bangsa apapun, suku apapun, keluarga apapun, dengan adat istiadat yang semacam apapun
Berbahagialah...
Karena telah memilih dilahirkan ke dunia ini
dengan segala macam hal yang akan kita lalui
Berbahagialah...
Dengan segala macam hal yang Tuhan berikan pada kita dalam hidup
Meski kadang kita berpikir
Kenapa kita terlahir seperti ini?
Dalam keluarga ini?
Di atas tanah bangsa ini?
Sebagai suku ini?
Dengan adat istiadat yang seperti ini?
Tak perlu kita bersedih hati atas semua itu
Berbahagialah...
Berbahagialah...
Atas kehidupan yang diberikan Tuhan pada kita
Meski kau harus menjunjung tinggi adat istiadat tanahmu
Kita juga harus bisa menghargai kehidupan
Kita harus berani menerima kehidupan
Menghargai dan menerima apa yang digariskan Tuhan pada hidup kita
Karena anugerah yang terbesar adalah kehidupan itu sendiri
Bukan kita yang terlahir sebagai siapa, atau sebagai apa, sebagai bangsa mana, suku apa, dengan adat istiadat yang seperti apa
Berbahagialah...
Dengan anugerah terbesar ini, yaitu kehidupan
Terima kasih karena telah memilih dilahirkan
Dan mari merayakan kehidupan

01/07/2016

18 Juni 2016

Kau Tak Akan Menemukan Logika




Kau tak akan menemukan logika
dalam pertemuan Adam dan Hawa



Kau tak akan menemukam logika
dalam tongkat Musa



Kau tak akan menemukan logika
dalam rahim Maryam



Kau tak akan menemukan logika
dalam perjalanan Muhammad



Kau tak akan menemukan logika
dalam penderitaan dan kedamaian Shidarta



Kau tak akan menemukan logika
dalam ketulusan Theresa



Kau tak akan menemukan logika
dalam kesabaran Gandhi



Kau tak akan menemukan logika
dalam keberanian Che Guevara



Kau tak akan menemukan logika
dalam bait-bait cinta Gibran



Semua itu hanya bisa terjawab 
dalam kedalaman hati dan jiwa manusia
yang mempercayai Tuhan



SB
13/06/2016

2 Juni 2016

Doa Awal Juni



Juni
Diawali dengan hujan semeriah ini
Kebahagiaan bagi bumi
Tanah mendamba basah
Akar merindu air
Ikan-ikan bersuka-cita di riak sungai
Manusia bercinta di bawah riuh semesta
Semoga semua makhluk berbahagia
Amin


SB
02/06/2016

27 Mei 2016

Dewi Keadilan Semesta





Dewi Themis
Dewi Justitia
Dewi Keadilan
Mereka sudah mati

Bagaimana bisa menegakkan keadilan dengan mata tertutup
Sedang dengan mata terbuka pun belum tentu kita bisa berbuat adil
Dewi Keadilan menutup matanya bukan karena tidak memihak
tapi karena memang buta
Buta akan keadilan

Bagaimana bisa melihat kebenaran dengan mata tertutup
Sedang dengan mata terbuka pun kebenaran belum tentu terlihat
Dewi Keadilan menutup matanya bukan karena ingin memihak kebenaran
tapi karena tidak mau melihat kebenaran
Membutakan diri akan kebenaran

Tak perlu kita percaya pada dewa-dewi
Tak perlu kita percaya pada lambang-lambang
Kebenaran dan Keadilan ada di lubuk hati manusia
Kebenaran dan Keadilan harus diwujudkan dalam kenyataan
Untuk kehidupan yang damai
Untuk kedamaian alam semesta

SB
27/05/2016

26 Mei 2016

Seberapa Berani


Seberapa kuat kau berjalan dalam kesederhanaan, meski kemewahan bisa kau genggam

Seberapa kuat kau bertutur dalam kejujuran, meski kebohongan bisa dengan mudah disuarakan

Seberapa berani kau melangkah dalam keyakinan, meski keraguan selalu hadir dalam setiap jalan

Seberapa berani kau meyakini keyakinanmu, meski setiap waktu kecemasan dan ketakutan menyerangmu

SB
26/05/2016

23 Mei 2016

Jalanan Adalah Sekolah Yang Nyata

Seharian ini langit mendung, cahaya matahari redup. Sepulang kerja, kembali bertafakur di kamar gelap. Ruang yang menjadi tempat banyak waktu saya dihabiskan. Ruang dimana saya banyak merenungkan perjalanan hidup saya. Sore ini saya teringat perjalanan hari sabtu lalu, saat melintasi jalan raya Magelang-Boyolali.

Sepanjang perjalanan saya melewati banyak titik yang sedang diadakan pembangunan/perbaikan. Hanya satu ruas jalan yang bisa digunakan. Jalan menanjak-menurun sempit dengan satu sisinya berhadapan dengan jurang dan sisi lainnya adalah hutan. Debu-debu mengepul setiap kali kendaraan melintas. Di beberapa bagian terjadi penumpukan antrian kendaraan yang panjangnya hampir 3 kilometer. Sebagian kendaraan yang tertahan adalah truk. Ya, karena memang jalur ini adalah jalur transportasi truk pengangkut pasir yang mengambil pasir di sekitar gunung Merapi.

Melintasi panjangnya antrian truk itu saya melihat sopir-sopir truk yang turun dari kendaraannya. Mereka asyik duduk-duduk di tepi jalan sambil merokok dan bercengkerama sesama sopir. Saya hampir tidak melihat wajah-wajah kemarahan dari mereka. Mereka malah terlihat saling bercanda, padahal tak pasti seberapa lama mereka harus menunggu jalan dibuka. Malah saya melihat raur-raut wajah marah itu dari para pengendara motor dan mobil pribadi.
Salah satu yang saya lihat adalah seorang pemuda beransel(dari ranselnya saya bisa menebak dia mau naik gunung) dengan motor maticnya. Dia terlihat buru-buru, bahkan sempat tak sopan berbicara pada bapak tua yang mengatur buka-tutup jalan. Si bapak yang sedang menutup jalan melarangnya lewat dengan sopan, tapi dibalas pemuda itiu dengan ucapan ngeyel dan wajah yang kesal lalu menerobos jalan yang ditutup itu. Sementara di lain titik, saya melihat mobil pribadi yang pengemudinya tidak sabaran dengan memencet kencang klaksonnya. Padahal semua orang tau jalan sedang diperbaiki dan antrian kendaraan tak bisa dihindari.

Dari hal-hal itu, sekarang saya merenungkan sebuah pelajaran tentang kesabaran. Kesabaran yang hanya dipelajari secara teori di bangku-bangku sekolah atau universitas dan pengajian-pengajian agama. Atau mungkin malah tidak ada materi pelajaran tentang kesabaran di sekolah/universitas. Dan menurut saya jalanan adalah sekolah yang paling nyata untuk belajar tentang kesabaran. Bahkan di jalan raya perkotaan yang banyak lalu-lalang kendaraan itu sangat menguji kesabaran kita. Kalau tidak sabar, bisa jadi sesama pengguna jalan saling mencaci atau bahkan berkelahi di jalanan. Bahkan bisa juga kecelakaan terjadi karena kurangnya kesabaran oleh pengguna jalan.

Mungkin ini hanya hal sepele, tapi bagi saya ini sebuah pelajaran yang berharga. Saya harus belajar dari para sopir truk itu, yang bersabar dengan keadaan yang memang harus mereka lalui. Tak perlu terlalu banyak keluh, meski keluh memang tak bisa dihindari karena kita manusia. Setidaknya senyuman masih bisa tercipta dari wajah-wajah lelah para sopir truk itu. Kesabaran bukan hanya materi/teori-teori yang bisa dipelajari. Tapi kesabaran adalah suatu hal yang dipraktikkan dan dijalani. Sopir-sopir truk itu adalah sebagian kecil bukti bahwa kesabaran bukan hanya sekedar kata yang mudah diucapkan, tapi sebuah tindakan nyata. Sementara para pengendara motor dan mobil pribadi itu sudah menunjukkan diri asli mereka secara sadar.

Jalanan adalah sekolah yang nyata. Tempat saya belajar banyak tentang kehidupan. Ruang kelasnya adalah setiap ruang dimana kaki saya berpijak atau melangkah. Gurunya adalah setiap orang yang saya temui atau pun saya lihat. Ya, jalanan adalah sekolah yang nyata. Tanpa meja dan kursi dan materi pelajaran yang monoton. Tanpa batas-batas waktu yang menentu. Dengan guru dan pelajaran yang tak pernah terduga. Tanpa jenjang atau pun gelar. Di jalanan saya hanya perlu menyadari bahwa diri saya hanyalah manusia. Ya, manusia.

SB
23/05/2016

22 Mei 2016

Pembangunan

Sepanjang dua hari kemarin saya melintasi jalanan dari desa tempat tinggal ke Salatiga-Magelang-Boyolali. Sepanjang perjalanan itu ada hal yang hampir di semua daerah itu saya temui, yaitu pembangunan jalan. Geliat pembangunan dimana-mana, mungkin hampir di setiap daerah negeri ini. Dan itu ada hampir di setiap tahun, mungkin juga akan terus ada selama hayat negeri ini.

Pembangunan jalan memang sebuah hal yang bagus, karena di era globalisasi ini kita memerlukan akses jalan yang mendukung untuk mobilisasi segala macam kebutuhan ke antar daerah. Tapi entah seberapa banyak pembangunan yang dilakukan setengah-setengah. Jalan-jalan yang dibangun gampang sekali rusak. Saya yakin memang semua sudah diperhitungkan oleh para kontraktor yang profesional. Tapi seolah-olah pembangunan-pembangunan jalan itu tidak pernah selesai. Jalanan terus dibangun, tapi juga terus rusak. Dan pembangunan terus saja diada-adakan. Pasti banyak faktor yang mempengaruhi hal itu. Itu bukan kapasitas saya untuk membahasnya.

Diluar itu semua, saya hanya ingin bercerita tentang apa yang saya lihat. Melihat semua itu dari sisi positifnya, untuk lebih bersemangat dalam memandang hidup.
Pembangunan jalan telah membuka banyak lapangan kerja. Pekerja-pekerja mendapatkan rezeki dari hal itu. Panasnya matahari yang menyengat melegamkan kulit mereka. Tubuh-tubuh kekar yang dihiasi senyum dan kelakar tawa. Asap rokok yang dihembuskan di sela-sela pekatnya debu jalanan. Gubuk-gubuk peristirahatan menjadi saksi kerasnya hidup di jalanan. Sedang keluarga pasti menanti kiriman rezeki dari mereka. Dari pembangunan-pembangunan jalan itu dapur-dapur keluarga para pekerja terus mengepul. Panci masih terus bertemu beras. Piring-piring masih terus bertemu nasi. Perut-perut masih terus tersuapi gizi. Anak-anak masih akan bertemu meja-meja pendidikan.

Perputaran roda ekonomi juga menggeliat di sekitar jalan yang dibangun. Pekerja-pekerja memenuhi kebutuhan mereka dari warung-warung sekitarnya. Warung-warung itu mendapatkan pembelinya. Pemuda-pemuda setempat mendapat penghasilan dari mengatur buka-tutup jalan.

Dari hal itu, saya berpikir jasa-jasa para pekerja itu sangatlah besar untuk kemajuan negeri ini. Bahkan sejak zaman penjajahan, mestinya kita harus bisa berterima kasih pada para pekerja paksa yang bahkan banyak yang kehilangan nyawa dalam membangun Jalan Raya Pos Anyer-Banyuwangi. Terlepas dari para penjajah atau kita sebagai kaum terjajah. Jasa-jasa para pekerja itu pantas kita hormati. Mungkin ada dari salah satu pekerja-pekerja itu adalah moyang kita.

Dari perjalanan kemarin, melihat para pekerja pembangunan jalan. Saya yakin negeri ini tak akan maju tanpa menghargai kaum pekerja. Memang kenyataanya masih banyak manusia-manusia yang jumawa merendahkan pekerjaan sebagai kuli jalan. Mereka dimarginalkan oleh sistem sosial yang menghamba pada status-status sosial. Padahal tanpa kaum pekerja, kita,manusia-manusia hanya bisa mengumpat tentang buruknya keadaan jalan. Kita manusia hanya bisa saling menyalahkan.

Saya hanya bisa berdoa untuk para kaum pekerja, agar rezeki terus mengalir untuk kehidupan mereka(termasuk saya). Dan untuk negeri ini, semoga pembangunan-pembangunan bisa merata ke segala penjuru daerah. Aamiin....

SB
22/05/2016

18 Mei 2016

Sajak Buruh (Ruang Waktu)



Ruang waktu kami adalah tetes keringat
yang bercampur cat dan amoniak
dan juga aroma tembakau yang menyengat
yang menempel di tubuh kami
terbawa lelah sampai ke rumah

Ruang waktu kami adalah rutinitas monoton
memproduksi barang mempertebal kantong kapital
menghabiskan jam demi jam hari-hari kami
memenuhi hajat hidup masa kini
sampai lupa sisi manusiawi

Ruang waktu kami adalah deru mesin yang tak henti
di pengap dan panasnya pabrik-pabrik
pagi siang malam terus berputar
kepenatan sudah menjadi kawan
menemani detik demi detik pertukaran tenaga dan uang

Sebagian kecil ruang dan waktu kami adalah kemerdekaan
Sebagian kami adalah buruh yang tak ingin mati nurani
Kaum buruh juga mempunyai hak untuk membaca buku
Agar hidup tak melulu soal perut
Agar kami bisa belajar mengasah pribadi
dan tak kehilangan jiwa manusiawi
karena setiap hari digerus ambisi duniawi

Membaca buku adalah sebagian ruang dan waktu kami
untuk belajar menyelami diri menjadi manusia
bukan sekedar robot bernyawa
jika pemerintah tak menyediakan buku bacaan untuk kaum kami
kami sendiri yang akan menciptakan ruang-ruang baca
untuk kami dan generasi-generasi setelah kami
agar anak-cucu kami memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas
dan memiliki hidup yang lebih baik dari kami
agar generasi setelah kami menemukan jalan
dengan cahaya yang benderang

SB
18/05/2016

20 April 2016

Luka Bumi


Luka Bumi

Membara pada luka menganga
Meranggas oleh panas cakrawala
Menghitam legam jadi arang
Menghilang karena kerakusan

Lubang meraksasa oleh nafsu manusia
Langit kelabu penuh debu
Udara disesaki karbon menusuk paru-paru
Hujan pun kehilangan kesegaran

Hati terpenuhi api menguasai
Jiwa terjejali ambisi 
Manusia lupa akar semesta
Luka bumi semakin menganga

Panas di ujung kepala
Akhir kehidupan alam raya
Manusia terpaku menangisi kerakusannya

SB
20/04/2016

19 April 2016

Mulutmu Tak Beretika

Mulutmu Tak Beretika


Mulutmu kehilangan etika
kau nodai kata-kata dengan busa
kau ciderai aksara yang harusnya lembut suara



Mulutmu memaki Ibu kehidupan
menguarkan aroma busuk kedengkian
kau pikir kau Tuan kehidupan ?



Mulutmu bersuara binatang
kau jalang mencaci perempuan
lihat Anak kehidupan terlelap di pangkuan
kau mengaburkan mimpi indahnya



Mulutmu tak beretika
Mulutmu akan membusuk perlahan
Mulutmu akan terbungkam kematian



Ibu kehidupan akan bertahan hidup tanpa Tuan
Tuan, perlahan mati kesepian tanpa perempuan
Anak kehidupan biarlah hidup dengan kebahagiaan
Karena semua makhluk berhak untuk bahagia



SB
19/04/2016



18 April 2016

Pada Suatu Waktu

Pada Suatu Waktu


Pada suatu waktu
kita tak perlu bicara apapun
kita hanya perlu diam
tanpa kata dan suara



yang ragu akan menemukan keyakinan
yang luka akan mencipta bahagia
yang mati akan menemukan hidup kembali



pada suatu titik
kita tak perlu mengambil keputusan
kita hanya perlu diam
tanpa tindakan dan menikmati alur kehidupan



SB
16/04/2016

9 April 2016

Negeriku Tercinta


Negeriku Tercinta

Alam raya negeri kita kaya
Tanah luas di penjuru nusantara
Sumber air melimpah di bumi kita
Hutan terhampar sepanjang katulistiwa

Tapi mengapa...
Tanah kita jadi beton-beton raksasa
Air kita dikuasai pengusaha
Hutan hancur oleh kerakusan manusia

Tapi mengapa...
Rakyat negeri ini kehilangan tanahnya
Rakyat harus membeli air demi hausnya
Rakyat kehilangan teduh nusantara

oh...negeri kaya raya
oh...negeriku tercinta

SB
09/04/2016

6 April 2016

Api Diri Dalam Waktu


Api Diri Dalam Waktu

Bunuh keraguan di ujung senja
Dengan rona jingga keyakinan
Biarkan darah keberanian terus mengalir
Membunuh denyut ketakutan pada nadi kehidupan
Bersahabat dengan gelap
Perlahan ambil setitik terang
Dari lubuk jiwa purba manusia
Sepercik demi sepercik sampai api tercipta
Menjadi cahaya membanjir ke dalam tubuh waktu


SB
2016

1 April 2016

Disini Sungai Kehidupan Kami

Disini Sungai Kehidupan Kami

Disini, di tanah ini benih kami tumbuh
benih hidup yang tumbuh di jiwa dan raga kami
padi-padi itu adalah tetes-tetes keringat
tetes keringat itu adalah aliran darah
aliran darah itu adalah sungai kehidupan kami

Disini, di tanah ini pagar logam ditanam
mengurung benih hidup kami
memisahkan jiwa dan raga kami dari aliran darahnya
tetes keringat itu kini berubah jadi tetes air mata
air mata jiwa yang akan terus mengalir
sebagai perlawanan pada keserakahan
sampai keadilan ditegakkan
menjadi tugu kebenaran

SB
01/04/2016

(Panjang umur perlawanan untuk Batang)

28 Maret 2016

Kiri-Manusia-Kanan


Kiri-Manusia-Kanan


Jika kau takut pada hitam,
apa putihmu adalah kesucian?
Jika kau takut pada bawah,
apa atasmu adalah kekuasaan?
Jika kau takut pada kiri,
apa kananmu adalah kebenaran
Jika kau takut pada salah,
apa benarmu adalah kemutlakan?



Jalan hidup setiap kita berbeda
Idiologi kita tak harus sama
Tapi semesta kita tetap sama
Tangan kita tak harus bergandengan
Tapi berjalanlah berdampingan



Kita sama-sama manusia
Kita sama-sama makhluk yang fana



SB
28/032016

27 Maret 2016

Merajut Mimpi di Dini Hari


Merajut Mimpi di Dini Hari

Dini hari, di luar sunyi, sepi, tapi di dalam kepala masih bergemuruh.
Wajah-wajah antusias masih terlintas dan berkelebat di bayangan gelap kamar.
Kembali memercikkan api di dalam diri, dada seolah terbakar, panas ingin mengeluarkan energi yang tersimpan di hati. Menemukan keberaniannya mengarungi jalan yang tergariskan oleh tangan semesta.

Dini hari, harapan dirajut dalam sunyi. Disebarkan ke dalam akar-akar diri pada wajah-wajah yang penuh mimpi. Tentang hidup yang saling berbagi. Apapun yang bisa kita bagi. Bahkan ketika kita tak punya sesuatu apa sekalipun, kita bisa berbagi ketiadaan, ketidakpunyaan. Berbagi yang tanpa wujud, berbagi rasa cinta dan bahagia. Kita sebar semangat baik untuk mengolah rasa dan karya sebagai manusia yang semuanya sama di mata Yang Maha Mencipta.

Dini hari, sederhana harapan ini. Agar hidup bisa saling menghidupi, jiwa dan diri. Semoga Rumah Baca Edelweis sederhana ini bisa bermanfaat untuk kehidupan yang kita jalani di bumi manusia ini.

Aamiin...

SB
27/03/2016

21 Maret 2016

Menantang Rasi Bintang (FSTVLST)


Pagi ini cerah, indah. Udara yang kuhirup masih sama seperti yang kemarin. Daun-daun pohon beringin depan rumah masih berguguran. Yang menguning, yang menua. Layaknya kita manusia, yang pasti akan menua. Berjalan beriringan dengan waktu. Apalagi yang ingin aku ambisikan? Cukuplah, mari berbahagia. Dan mulai berbahagia dengan segala kesederhanaan yang ada.

Pagi ini aku ditemani petikan gitar FSTVLST dan alunan syair Menantang Rasi Bintangnya.
Kesederhanaan
jadilah bunga yang mekar
dalam diri setiap kami
dan keberanian
tetaplah tumbuh menjadi akar
menembus ke tanah jiwa
memupuk hidup dengan cinta

(SB)




Menantang Rasi Bintang

Menantang rasi bintang
Membalik garis tangan
Menarikan cerita
Menuliskan lagi puisi
yang mulai kehilangan rimanya

Memotong awan pekat gelap
Melintang tepat di jantungnya
Terburailah darah cahaya
yang kini terhalang gelapnya
Terang berkilauan sinarnya, benderang

Diam sebentar mengendapkan, uraikan simpul kacaunya
Tenang sebentar membedakan, yang teringinkan dan terbutuhkan

Hidup itu sekali, dan mati itu pasti
Bisa jadi nanti atau setelah ini
Coba kau tulis ulang lagi
yang sejatinya kau cari

Maka sudahilah, sedihmu yang belum sudah
Segera mulailah, syukurmu yang pasti indah
dan berbahagialah, sudahilah sedihmu
yang selalu saja menantangmu


(FSTVLST)







18 Maret 2016

Menikmati Kehidupan


Menikmati Kehidupan

Saat sebagian manusia ingin mempercepat langkah seakan kita bisa memburu hidup padahal sejatinya kita tak akan mampu mengejar waktu Kami belajar memperlambat langkah dengan sepeda melihat lebih detail setiap peristiwa di jalanan memandang guratan wajah para pejalan menatap raut tak sabar para pengendara Belajar menikmati setiap putaran roda mensyukuri setiap udara yang terhirup mencumbu setiap debu yang membelai wajah menghindari ketergesaan karena terburu-buru dalam hidup tak ubahnya mengejar kematian
Kami hanya ingin melangkah perlahan menikmati kehidupan

SB
17/03/2016

16 Maret 2016

Petani dan Pemuda




 Petani dan Pemuda

Ladang berubah jadi industri
Tanah berkurang kesuburannya
Petani semakin tua
Tenaga tak lagi mumpuni

Dimana para pemuda ?
Generasi penerus negeri agraria

Mereka di kampus-kampus
Mereka di kafe-kafe
Mereka di pusat perbelanjaan
Mereka di pabrik-pabrik
Mereka di pertunjukan musik
Mereka di pentas teater
Mereka di pentas puisi
Mereka di salon-salon
Mereka di bioskop
Mereka berdemo di jalan

Dimana para pemuda ?
Sawah kehilangan penggarapnya
Petani menua
Tenaga tak lagi kuasa

SB
2015

14 Maret 2016

Kita Manusia




Kita Manusia

Biarkan aku memanjat dinding batas itu
yang dibangun manusia dengan keangkuhan
merasa lebih tinggi dari manusia lainnya
tanpa menyadari dia hanya setitik debu berterbangan
di semesta raya

Biarkan aku menembus tembok batas itu
yang dibangun manusia dengan kesombongan
menjadikan harta sebagai mahkota
menyembunyikan nafsu dibalik norma
di tanah leluhurnya

Biarkan aku menebarkan kasih
pada keangkuhan dan kesombongan
bukan untuk meluluh-lantakkan debu dan tanah leluhurmu
tapi untuk menanam benih kebahagiaan
dalam kehidupan kita sebagai manusia

SB
14/03/2016

12 Maret 2016

Mengulang Tradisi



 
gambar;sidiqbachtiar


Mengulang Tradisi


Kita lebih suka teknologi
Kotak ajaib mengikat diri
Lupa pada tubuh asli

Kita termenung di depan TV
Tanpa kata hanya mata
Lupa  pada bahasa

Kita mungkin terjebak buku
Yang kadang membuat bisu
Lupa pada waktu

Kita juga tersihir musik
Bernyanyi-nyanyi bahagiakan hati
Lupa pada orang di sisi

Lebih baik kita nyalakan api
Duduk melingkar mengulang tradisi
Bercengkrama bertukar cerita
Saling berbicara antar manusia

SB
2015


11 Maret 2016

Lubang Rasa




Lubang Rasa

Aku menikmati penggalian ini
Pada lubang yang entah akan seberapa dalam
Menggenggam asa pada sejumput rasa
Tiadakan ego untuk mengikat tali
Menggali saja dengan kebahagiaan
 
Seperti angin yang bebas bertiup ke segala arah
Seperti hujan yang turun semaunya
Seperti sungai yang mengalir dengan riaknya

Biarkan lubang ini terus aku gali sedalam-dalamnya
Sampai cadas aku temui
Sampai mata air memancar ke dalam diri
Membasuh jiwa dengan cinta kasih
Yang tersembunyi dalam hati

SB
2016