17 November 2014

Pak Kamto

“Apabila engkau melihat seorang yg menyia-nyiakan shalatnya, maka demi Allah, orang tersebut akan menyia-nyiakan perbuatan yg lainnya.” (Umar bin Khattab)


Saat itu aku sedang berkunjung ke tempat seorang teman yang menjadi guru di sebuah sekolah di daerah Garut . Aku istirahat di ruang osis sekolah itu, sambil ngopi bersama teman dan guru-guru lain di sekolah itu. Lalu datang seorang guru laki-laki yang sudah kelihatan tua, rambutnya beruban. Matanya teduh, menenangkan, tapi selera humornya tinggi. Beliau guru sejarah di sekolah itu.
Namanya Pak Kamto, dia memperkenalkan diri padaku lalu bertanya,
“Rumahnya dimna jang?” dengan logat sunda yang kental.
“Solo pak.” Jawabku singkat sambil tersenyum.
“Wah,jauh, dalam rangka apa ini ke Garut?”
“Mau ke papandayan Pak.”
“Bapak sebenarnya juga orang Jawa jang, Purworejo.” Lalu beliau sedikit membuktikannya dengan menyebut beberapa bahasa Jawa yang bagiku terdengar sedikit aneh. Mungkin karena Pak Kamto sudah lama tidak berbahasa Jawa.
“Ooh, dekat Wates-Jogja ya Pak?” aku mencoba mengakrabkan diri.
“Iya sebelah barat Jogja, kamu mau ‘menjajah’ juga disini gak jang?” tanyanya padaku sambil tertawa.
Aku bingung, dan balik bertanya, ”Maksudnya pak?”.
“hehe,ya nyari istri mojang Garut.” Jelasnya, membuat teman-teman yang lain tertawa.
Aku pun sontak iku tertawa,dan menjawab “belum kepikiran pak.” (tapi dalam hati berkata,”pernah mikir gitu juga sih pak”)
Lalu tanpa di komando Pak Kamto berceramah dengan sendirinya, petuah-petuah tentang pernikahan, tentang berkeluarga, beragama mengalir deras diarahkan ke kami (kebetulan aku dan teman di ruangan itu masih bujang semua).
Pak Kamto bertutur seperti seorang bapak kepada anaknya. Aku hanya terdiam mendengarkan, sesekali mengangguk sambil berucap “ya”,mencoba mencerna setiap nasihatnya.

Yang paling aku ingat dari nasihat beliau adalah,
“kelak jika kalian menikah dan berkeluarga, jangan pernah lupa mengajak istri dan anak-anak kalian untuk sholat berjamaah. Setiap mendengar adzan ingatkan mereka segera sholat. Lebih baik lagi jika kalian ajak mereka ke masjid. Ya memang wanita itu baiknya di rumah, tapi kalau bisa ke masjid dan didampingi muhrimnya,itu kan lebih baik. Jangan lupa, sholat itu adalah ibadah yang paling istimewa dan juga yang paling berat melaksanakannya. Banyak orang yang sering menyepelekan, bahkan menunda-nunda waktunya. Kalian puasa, bekerja keras menafkahi keluarga, kuliah tinggi-tinggi (Pak Kamto tidak tahu kalau aku tidak kuliah), atau naik haji, itu semua akan percuma kalau kalian masih sering lalai sholat atau menunda-nunda sholat. Dan jika istri dan anak-anak kalian sampai tidak sholat, nanti kalian sebagai kepala keluarga yang akan dimintai pertanggungjawaban. Ingat baik-baik ya ucapan bapak tadi jang.”
Aku sampai terbengong, bahkan melamun demi melihat ke dalam diriku sendiri. Aku masih sering menunda-nunda waktu sholat. Bahkan kadang masih meninggalkan. Kedatanganku ke tempat ini mungkin memang sudah garis takdir. Bertemu dengan Pak Kamto dan mendapat nasihat-nasihat itu.

Cerita ini adalah bagian dari sebuah perjalanan.
Terima kasih Pak Kamto.


(Terima kasih untuk Mitra, guru-guru lain, dan pak kepala sekolah atas keramahannya dan tempat istirahatnya – SMK 1 Maret Garut)