Pagi yang indah, matahari masih setia bersinar cerah. Aku, masih setia bertempur melawan diri sendiri. Kekalahan-kekalahan yang aku alami beberapa hari ini semoga tidak mematahkan semangatku. Pagi pun kadang gelap tertutup mendung. Bukan karena matahari menyerah kalah untuk menyinari pagi, tapi karena kadang sinarnya kalah oleh awan mendung atau bahkan rintik hujan. Esok hari atau lusa pasti sinarnya akan kembali menang dan memberikan kehangatan pagi untuk bumi.
Diantara rutinitas pagi, aku teringat hari kemarin. Dua orang sahabat yang lama tak bersua berkunjung ke rumah. Obrolan-obrolan mengalir. Canda tawa mengiring. Cerita-cerita tentang kenangan kembali diperbincangkan. Menertawakan masa-masa muda yang penuh gejolak. Meninggalkan sekolah untuk sebuah petualangan. Merindukan perjalanan-perjalanan yang pernah dilalui bersama.Berjalan menyusuri tepian jalan raya mencari tumpangan, entah truk atau pun pick up. Menapaki jalan setapak tanah dan batu jadi pijakan. Menghabiskan malam di stasiun kota yang tak dikenal. Mengharapkan kebaikan di dalam kereta api ekonomi, walau demi sebatang rokok atau nasi bungkus. Berbagi makanan diantara ketiadaan. Berbagi keluhan diantara pengangguran. Berbagi cerita tentang cinta. Merenungkan perjalanan hidup yang dilalui masing-masing sampai kami tiba pada saat ini.
Inti dari kunjungan kemarin adalah rencana untuk mengadakan reuni kecil-kecilan. Sekedar berkumpul dan makan bersama dengan kawan-kawan lama serta keluarganya, bagi yang sudah berkeluarga. Iuran untuk mengadakan acara sederhana itu sudah disepakati. Waktu dan tempat sudah ditentukan. Semua kawan setuju, yang paling penting dari rencana acara ini adalah kami bisa kembali berkumpul. Walaupun mungkin hanya untuk bertukar kabar, bertukar cerita kehidupan. Yang utama adalah tetap menjalin silaturahmi.
Dari pembahasan soal reuni itu, kemungkinan akan ada dana yang tersisa.
"Aku puya usul, gimana kalau kemungkinan dana yang tersisa itu nanti kita belikan bibit tanaman. Pemikiranku begini, kalau dibelikan bibit tanaman kita jadi punya kenangan yang akan terus hidup dari acara reuni sederhana kita ini. Tanaman itu pasti akan kita tanam dan rawat di pekarangan rumah kita. Kalau tanaman itu bisa terus hidup, setiap kita melihat tanaman itu semoga kita akan selalu mengingat kawan-kawan kita. Ah, mungkin ini sedikit berlebihan. Hehe."
"Setuju mas, kalau pun nanti dananya malah jadi kurang kita nambah lagi gak masalah untuk membeli bibit tanaman." sambut Lardi.
"Aku juga setuju mas, kalau bisa aku milih bibit buah ya mas, buah ace mungkin." tambah Ratno.
"Aku bibit buah juga mas, buah ace juga atau kelengkeng gapapa. Lha menurutmu tanaman apa mas ?" Lardi menyambung sambil menyalakan rokoknya.
"Iya gapapa, kalau aku lebih menginginkan tanaman pucuk merah saja." jawabku.
Asap rokok dihembuskan. Obrolan-obrolan terus bergulir menuju siang.
Kopi hitam dihabiskan. Sampai akhirnya mereka pamit dan kami akan saling bertemu lagi di hari yang dijanjikan.
Dari obrolan soal tanaman dengan sahabat karibku itu, aku memperoleh sedikit perenungan. Banyak diantara kita yang lebih suka menanam tanaman buah. Dengan kata lain dalam menanam kita selalu mengharapkan hasil, yaitu buah. Bahkan sebelum kita menanam atau saat kita baru menanam sering kali kita sudah memikirkan soal buahnya. Kapan tanaman itu akan berbuah ? Seberapa banyak buah yang akan dihasilkan ? Manis atau tidak buahnya nanti ? Tapi tentu juga ada orang yang menanam dengan niat untuk mendapatkan keindahan dan oksigen yang dihasilkan dari tanaman. Merasa cukup senang melihat tanamannya tumbuh indah dan memberikan udara segar untuk lingkungannya. Tanpa memikirkan apakah akan tumbuh buah atau tidak. Mungkin sama halnya dengan kita dalam menjalani kehidupan. Dalam melakukan kebaikan banyak dari kita yang memikirkan hasil atau ganjaran dari perbuatan kita. Yang paling nyata saja, banyak dari kita yang menghitung-hitung pahala dari ibadah kita. Bahkan sebelum kita melakukannya. Memang itu bukan sebuah hal yang salah. Tapi apakah tidak lebih indah jika kita meniru tipe orang menanam yang kedua itu ? Yang menanam untuk mendapatkan atau melihat keindahan dan udara segar, tanpa memikirkan seberapa banyak buah yang akan dihasilkan. Yang berusaha melakukan kebaikan tanpa menghitung-hitung pahala yang akan kita terima. Apakah tidak lebih indah jika kita melakukan kebaikan dengan sebuah ketulusan, yang hanya mengharapkan keindahan hidup ? Aku yakin Tuhan pun tidak pernah perhitungan dalam memberikan kebaikan dalam hidup kita. Dia yang Maha Baik pada semua makhluk di semesta. Aku pun masih belajar menciptakan ketulusan dalam menjalankan setiap perbuatan. Aku masih belajar melakukan kebaikan tanpa mengharapkan pahala.
Kita semua bebas memilih apa yang akan kita pikirkan. Kita semua bebas melakukan kebaikan dengan cara yang kita suka dan inginkan. Yang penting kita masih mau menanam pohon, entah itu tanaman hias ataupun tanaman buah. Yang penting kita masih mau menanan kebaikan.
Pagi, 31/07/2015