3 Maret 2016

Saldo Kas Masjid Desa

 
 Pulang dari masjid.
Isya tadi di masjid, saya melihat laporan keuangan masjid yang ditempel di papan informasi. Saya tercengang melihat jumlah saldo yang tertera yaitu 82juta rupiah. Jumlah yang sangat besar bagi orang seperti saya. Saya ikuti dari atas sampai bawah laporan pemasukan dan pengeluaran yang tercantum. Pemasukan rutin setiap hari jumat rata-rata 700rb-1juta setiap minggunya. Sedang pengeluaran untuk acara pengajian, tafsir alquran, (dua pengeluaran itu mungkin untuk snack). Terus pengeluaran pajak listrik dan pemeliharaan kebersihan. Lalu pengeluaran perbaikan jalan.
 
Saya heran dengan hal itu, apakah masjid desa saya pengeluaran tiap bulannya hanya sekitar hal-hal seperti itu. Saya berpikir kenapa tidak ada pengeluaran untuk hal-hal lain, misal santunan untuk anak yatim, santunan untuk janda atau orang tua jompo, atau mungkin santuan untuk orang sakit.
Saya memang tidak terlalu pandai dalam hal agama.Tapi saya rasa dalam Alquran sudah jelas perintah-perintah tentang hal itu(saya tidak hafal ada dalam surat apa dan ayat berapa). Bukankah perintah-perintah untuk sedekah atau pun menyantuni fakir miskin dan anak yatim itu sudah jelas ?
 
Saya heran kenapa masjid di desa saya malah tidak/mungkin belum melaksanakan hal itu. Bukankah seharusnya masjid menjadi sebuah lembaga yang memberikan contah kepada masyarakat untuk melakukan hal-hal itu ? Bukan malah menumpuk kas masjid sampai begitu banyaknya, yang mungkin malah disimpan di Bank. Uang sebegitu banyaknya hanya diam tak berguna.
Saya rasa sekarang sudah saatnya kita merubah pemikiran bahwa “Masyarakat harus memakmurkan masjid.” Pemikiran itu mungkin sudah saatnya harus dirubah menjadi “Masjid harus bisa memakmurkan masyarakat.”
 
Memang pengajian-pengajian dan tafsir-tafsir itu perlu, tapi saya rasa masyarakat itu sudah sangat hafal dengan doktrin-doktrin agama. Sekarang mungkin yang paling perlu adalah contoh nyata dalam tindakan mengamalkan perintah-perintah dalam Alquran itu. Dan masjid harusnya menjadi lembaga yang memulainya.
 
Saya menulis ini karena di desa saya para orang tua selalu menganggap remeh pendapat-pendapat/pemikiran para pemuda. Apalagi pemuda dengan pemahaman agama yang dangkal seperti saya ini.
Saya heran dengan desa saya, apalagi dengan masjidnya ini. Mungkin masjid desa saya ini adalah cermin masyarakatnya. Masjid saja suka menumpuk-numpuk uang kas, masyarakat mungkin mencontoh juga dengan ikut menumpuk-numpuk harta.
 
Semoga masyarakat desa saya bahagia.
 
SB
Januari,2016
 
(Ini catatan saya di bulan Januari lalu. Tadi waktu ashar ke masjid saya lihat laporan kas bulan lalu yang ditempel di papan pengumuman. Kini saldonya sudah mencapai 92juta. Alhamdulillah, masjid desaku semakin kaya saja.)

2 komentar:

  1. Mas,ya itulah cerminan masyarakat desa kita. Berlomba2 numpuk harta. Sementara kaum awam sprti kta hanya dianggap remeh

    BalasHapus
  2. Assalamualaikum, pengamatan yang baik.. memang terkadang karena keterbatasan pengetahuan terjadi mas. Yang terbaik untuk mengingatkan saja..

    BalasHapus

Terimakasih telah berkunjung. Mari budayakan berkomentar :)