10 September 2015

Pelajaran Di Tengah Malam



Berawal dari ketidakmampuanku menahan diri. Aku menanyakan suatu hal yang dianggap sepele ke seorang teman di tengah malam melalui sms. Dan jawaban yang aku dapat seolah menusuk ke sendi-sendi tulangku sampai terasa ngilu. “Hah, tengah malam bangunin orang tidur hanya untuk membahas hal sesepele ini ! Tolong, aku sekarang sudah kerja, kalau malam itu waktunya istirahat tidur. Jangan sms2 lagi tengah malam, kecuali urusan nyawa. Suara dering smsmu sangat mengganggu…..”
Ya, memang apa yang aku tanyakan hanya hal sepele. Aku sadar itu adalah 100% kesalahanku sampai temanku marah dengan nada yang sedikit membentak. Aku hanya bisa berkata meminta maaf, maaf, dan maaf.

Dari hal itu aku belajar mengenal diriku sendiri. Aku menyadari bahwa ternyata aku belum bisa bersabar. Kenapa tidak menunggu sampai pagi untuk bertanya atau mengirim sms ke seseorang. Tengah malam saatnya orang beristirahat aku memaksa bertanya dengan mengrim sms. Saat itu yang aku rasa hanya ketidaksabaran untuk segera tahu jawaban dari hal yang aku pertanyakan.  Ketidaksabaran menyebabkan ketidaktenangan. Dan ketidaktenangan menimbulkan kegelisahan. Sedangkan kegelisahan adalah pengejawantahan dari ketidakbahagiaan. Dari situ aku menyimpulkan, ternyata aku belum bisa menciptakan kebahagiaan di dalam diri.
“Dini hari, saat keheningan di luar menyatu dengan gemuruh di kepala.” Kata Eko Wustuk di buku Dua Senja Pohon Tua. Di saat dini hari memang kegelisahan-kegelisahan sering muncul di pikiranku.

Kejadian kemarin malam memberikanku pelajaran berharga. Seperti ungkapan “Setiap tempat adalah sekolah dan setiap orang adalah guru.”  Malam kemarin temanku menjadi guruku dalam belajar mengenali diri. Belajar mengerti bagaimana seharusnya aku menahan dan mengendalikan diri. Belajar bersabar. Aku masih harus terus belajar.
Dan dari diri temanku aku juga menemukan sebuah pelajaran. Dari caranya menanggapi smsku, nada kemarahan yang terbaca. Bahkan ada satu sms yang ditulis dengan huruf kapital semua. Itu menandakan emosi yang sedang meninggi. Padahal dia baru terbangun dari tidurnya karena suara dering pesan yang masuk di HPnya. Mungkin karena aku membangunkannya di tengah malam dan pertanyaanku yang dia anggap sepele itu membuat api amarah langsung tercipta di dalam dirinya. Mungkin juga ditambah dia dalam kondisi lelah karena seharian bekerja dan dia membutuhkan waktu istirahat.

Ketika menerima kemarahan dari temanku itu, aku langsung teringat dengan seorang kawan lama. Namanya Pak Agung, dia tinggal di Jogja. Dia banyak menjalani hidupnya di jalanan. Menggeluti kehidupan malam sebagai tukang parkir di sebuah warnet 24 jam. Tapi kini kabarnya dia menjadi petugas keamanan di sebuah hotel mewah di dekat Tugu Jogja. Tapi walaupun sering menjalani hidupnya di jalan, itu malah membentuk karakternya yang selalu tenang dan selalu ramah pada semua orang. Bagiku itu membenarkan ungkapan “Setiap tempat adalah sekolah dan setiap orang adalah guru.” Pak Agung pasti banyak belajar dari orang-orang dalam kehidupannya di jalanan. Aku pun banyak belajar darinya. Sewaktu aku mengais rezeki di Jogja, aku sering bertemu dan bercengkerama dengannya. AKu melihat sendiri bagaimana tindak tanduknya, sopan santunnya, dan ketenangannya dalam menghadapi segala macam keadaan. Pernah aku melihatnya dimarahi oleh seorang pemilik motor yang diparkirkannya, tetapi dia tetap meladeni kemarahan orang itu dengan tenang bahkan sopan menjawab orang itu dengan bahasa Jawa halus. Aku belajar darinya bahwa “Mudah marah dan emosi itu adalah akibat dari kurangnya pengendalian diri. Dan juga ketidaktenangan dalam diri. Ketidaktenangan itu juga sebuah manifestasi dari ketidakbahagiaan.”  katanya. Aku berpikir, mungkin temanku juga belum mampu menciptakan kebahagiaan di dalam dirinya. 

Seperti kata orang bijak bahwa kebahagiaan itu tidak bisa dicari, tapi bisa diciptakan. Entahlah, mungkin kami memang masih harus terus belajar untuk bisa menciptakan kebahagiaan di dalam diri masing-masing. Karena orang yang bahagia pastilah juga adalah orang yang tenang dan mampu mengendalikan diri. Pak Agung yang murah senyum, yang selalu terlihat bahagia. Dia juga adalah salah satu guruku dalam memperoleh ilmu kehidupan. Walaupun aku belum mampu menjalankan ilmu yang aku dapat darinya itu.

Dini hari, 10/09/2015
bersama Pak Agung