Kadang aku berpikir ada manusia yang terlahir dan peta
hidupnya sudah disiapkan atau diarahkan. Mungkin oleh Tuhan secara langsung,
atau mungkin juga oleh keluarga/lingkungan hidup mereka. Manusia-manusia
seperti itu menjalani hidup mereka dengan arahan-arahan yang perlahan-lahan
membentuk garis peta hidupnya. Ada yang diarahkan memang sesuai dengan passion
dan impiannya. Ada juga yang diarahkan sesuai keinginan si pengarah. Hidup
mereka teratur. Mungkin mereka juga memiliki pertarungan-pertarungan yang
melelahkan. Tapi keputusan-keputusan mereka biasanya dipengaruhi oleh para
pengarah peta hidupnya. Keberanian mereka untuk mengambil keputusan
perlahan-lahan luntur. Tapi mereka mempunyai sebuah pembenaran bahwa hidup yang
mereka jalani adalah hidup yang benar. Adalah peta hidup yang sesuai dengan
mereka.
Ada juga manusia yang terlahir buta akan peta hidupnya. Mereka
harus membuat sendiri peta
hidup mereka. Mereka mencari-cari, berjatuh-jatuh, bahkan sampai
berluka-luka untuk membuat garis-garis hidup. Garis yang akan terus bertautan
menjadi peta hidup. Manusia-manusia seperti itu merasa dirinya tercebur ke
dalam arus kehidupan yang seperti labirin. Berputar-putar, berbelok-belok,
bercabang-cabang jalan yang harus mereka lalui. Ada yang dengan waktu singkat
bisa menemukan arah yang tepat. Arah yang menjadi panduan dalam melanjutkan
pembuatan peta hidup. Mereka adalah orang-orang yang menyadari passion hidupnya
sedini mungkin. Tidak cukup hanya dengan menyadarinya saja. Mereka orang-orang
yang berani menantang diri mereka sendiri untuk menjalani hidup sesuai
passionnya. Walaupun Tuhan sudah menggariskan hidup manusia. Ada hal-hal yang
masih bisa dirubah oleh jiwa-jiwa pemberani seperti mereka. Dan pastinya atas
ijinNYA juga semua bisa dirubah. Tetapi ada juga sebagian manusia yang
membutuhkan waktu lama. Bahkan mungkin seumur hidupnya akan menjadi pencarian
yang sangat melelahkan. Ada yang akan terus bergelut dengan pencarian itu. Ada
juga yang akan menyerah atau mengalah, untuk sebuah pembenaran. Mereka akan
menerima hidup yang ada dengan berpikir “Ya inilah hidup yang diberikan Tuhan
untukku, maka aku mensyukurinya.” Rasa syukur memang beda tipis dengan pasrah.
Sebagian dari orang-orang ini mungkin sudah ada yang mengetahui dan menyadari passionnya.
Tapi mereka hanya sekedar mengetahui dan menyadari, yang kurang dari mereka
adalah keberanian. Mungkin rasa nyaman oleh hidup yang dijalani perlahan-lahan
melunturkan keberanian mereka. Mereka tak berani menceburkan diri dalam sebuah
pertarungan. Mereka takut kehilangan kenyamanan yang sudah diperoleh. Mungkin
juga mereka takut akan perubahan-perubahan yang terjadi jika mereka mengejar
passion hidupnya atau impiannya. Maka mereka memilih hanya memimpikan
passionnya. Impian mereka seolah-olah membuat mereka bertahan hidup. Mereka
tahu apa impian mereka. Mereka tahu jika mereka mengejar impiannya, kemungkinan
berhasil itu sama dengan kemungkinan gagal. Di masa muda mungkin keinginan
untuk mengejar impian itu masih menggebu-gebu. Tapi seiring berjalannya waktu,
bertambahnya usia, banyak faktor yang membuat orang mulai melupakan impiannya. Dan
impian itu juga perlahan-lahan akan meninggalkan mereka. Dan mereka mencari
pembenaran dengan rasa syukur atas hidup yang mereka jalani.
Aku masih saja
gelisah tentang peta hidupku. Entah aku sebagai manusia yang mana.
Pemikiran-pemikiran tadi hanyalah sebuah cermin untukku memahami kehidupanku.
Hanya Tuhan yang tahu tentang peta hidupku.
Pemikiran-pemikiran tadi hanyalah sebuah cermin untukku memahami kehidupanku.
Hanya Tuhan yang tahu tentang peta hidupku.
Dini hari,15/10/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung. Mari budayakan berkomentar :)