15 Oktober 2015

Peta Hidup



Kadang aku berpikir ada manusia yang terlahir dan peta hidupnya sudah disiapkan atau diarahkan. Mungkin oleh Tuhan secara langsung, atau mungkin juga oleh keluarga/lingkungan hidup mereka. Manusia-manusia seperti itu menjalani hidup mereka dengan arahan-arahan yang perlahan-lahan membentuk garis peta hidupnya. Ada yang diarahkan memang sesuai dengan passion dan impiannya. Ada juga yang diarahkan sesuai keinginan si pengarah. Hidup mereka teratur. Mungkin mereka juga memiliki pertarungan-pertarungan yang melelahkan. Tapi keputusan-keputusan mereka biasanya dipengaruhi oleh para pengarah peta hidupnya. Keberanian mereka untuk mengambil keputusan perlahan-lahan luntur. Tapi mereka mempunyai sebuah pembenaran bahwa hidup yang mereka jalani adalah hidup yang benar. Adalah peta hidup yang sesuai dengan mereka.

Ada juga manusia yang terlahir buta akan peta hidupnya. Mereka harus membuat sendiri peta                hidup mereka. Mereka mencari-cari, berjatuh-jatuh, bahkan sampai berluka-luka untuk membuat garis-garis hidup. Garis yang akan terus bertautan menjadi peta hidup. Manusia-manusia seperti itu merasa dirinya tercebur ke dalam arus kehidupan yang seperti labirin. Berputar-putar, berbelok-belok, bercabang-cabang jalan yang harus mereka lalui. Ada yang dengan waktu singkat bisa menemukan arah yang tepat. Arah yang menjadi panduan dalam melanjutkan pembuatan peta hidup. Mereka adalah orang-orang yang menyadari passion hidupnya sedini mungkin. Tidak cukup hanya dengan menyadarinya saja. Mereka orang-orang yang berani menantang diri mereka sendiri untuk menjalani hidup sesuai passionnya. Walaupun Tuhan sudah menggariskan hidup manusia. Ada hal-hal yang masih bisa dirubah oleh jiwa-jiwa pemberani seperti mereka. Dan pastinya atas ijinNYA juga semua bisa dirubah. Tetapi ada juga sebagian manusia yang membutuhkan waktu lama. Bahkan mungkin seumur hidupnya akan menjadi pencarian yang sangat melelahkan. Ada yang akan terus bergelut dengan pencarian itu. Ada juga yang akan menyerah atau mengalah, untuk sebuah pembenaran. Mereka akan menerima hidup yang ada dengan berpikir “Ya inilah hidup yang diberikan Tuhan untukku, maka aku mensyukurinya.” Rasa syukur memang beda tipis dengan pasrah. Sebagian dari orang-orang ini mungkin sudah ada yang mengetahui dan menyadari passionnya. Tapi mereka hanya sekedar mengetahui dan menyadari, yang kurang dari mereka adalah keberanian. Mungkin rasa nyaman oleh hidup yang dijalani perlahan-lahan melunturkan keberanian mereka. Mereka tak berani menceburkan diri dalam sebuah pertarungan. Mereka takut kehilangan kenyamanan yang sudah diperoleh. Mungkin juga mereka takut akan perubahan-perubahan yang terjadi jika mereka mengejar passion hidupnya atau impiannya. Maka mereka memilih hanya memimpikan passionnya. Impian mereka seolah-olah membuat mereka bertahan hidup. Mereka tahu apa impian mereka. Mereka tahu jika mereka mengejar impiannya, kemungkinan berhasil itu sama dengan kemungkinan gagal. Di masa muda mungkin keinginan untuk mengejar impian itu masih menggebu-gebu. Tapi seiring berjalannya waktu, bertambahnya usia, banyak faktor yang membuat orang mulai melupakan impiannya. Dan impian itu juga perlahan-lahan akan meninggalkan mereka. Dan mereka mencari pembenaran dengan rasa syukur atas hidup yang mereka jalani.

Aku masih saja gelisah tentang peta hidupku. Entah aku sebagai manusia yang mana.
Pemikiran-pemikiran tadi hanyalah sebuah cermin untukku memahami kehidupanku.
Hanya Tuhan yang tahu tentang peta hidupku.

Dini hari,15/10/2015                                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung. Mari budayakan berkomentar :)